Syari’ah islam sebagai suatu jalan yang dibawa oleh rasul
terakhir, mempunyai keunikan tersendiri. Yakni bersifat menyeluruh,
komperehensif dan universal yang merangkum seluruh aspek kehidupan, bukan hanya
tentang ritual (ibadah) saja, melainkan terdapat sosial (mualamah) didalamnya. Yang
bertujuan untuk menjadi rules of the game
atau aturan main manusia dalam kehidupan sosial.
Dalam islam, manusia diwajibkan untuk
berusaha agar ia mendapatkan rezeki guna memenuhi kebutuhan kehidpannya. Islam juga
mengajarkan kepada manusia bahwa Allah maha pemurah sehingga rezekinya sangat
luas. Bahkan, Allah tidak memberikan rezeki itu kepada kaum muslimin saja,
tetapi kepada siapa saja yang berusaha dan bekerja keras.
Banyak ayat al-qur’an dan hadits nabi
saw yang memerintahkan manusia untuk bekerja. Manusia dapat bekerja apa saja,
yang terpenting dalam kategori halal dan tidak melanggar garis-garis yang telah
di tentukan oleh allah (sesuai syariah). Ia bisa melakukan aktivitas produksi, seperti
pertanian, perkebunan, peternakan, pengolahan makanan dan minuman, dan lain
sebagainya. Ia juga dapat melakukan aktivitas distribusi, seperti perdagangan
dalam bidang jasa, seperti jasa transportasi, kesehatan, pendidikan, dan
sebagainya.
untuk memulai usaha tersebut, pasti
semua orang tidak hanya membutuhkan rancangan dan perencanaan tetapi juga butuh
yang namanya modal, baik materil maupun non materil, seberapapun kecilnya. Nah untuk
dapat mencari modal tidak mungkin semua orang mempunyai secara keseluruhan. Adakalanya
orang mendapatkan modal dari simpananya atau dari keluarnya dan kerabatnya. Adapula
yang meminjam kepada rekan dan teman-teman nya. Jika tidak tersedia, peran instusi
keuangan lah yang akan menjadi jalan tempuh terakhir, oleh karena itu
keberadaan nya sangat penting karena dapat menyediakan modal bagi orang yang
ingin berusaha.
Dalam islam,
hubungan pinjam meminjam tidak dilarang (diperbolehkan), bahkan di anjurkan
agar terjadi hubungan saling tolong menolong dan saling menguntungkan, dan pada
akhirnya berakibat kepada hubungan persaudaraan. Namun ada hal-hal yang harus
diperhatikan dalam hubungan tersebut, karena di dalam islam harus mengikuti aturan-aturan
syariah yang telah di perintahkan oleh allah dalam al-qur’an dan yang telah di
ajarkan oleh rasulullah dalam hadits nya. Oleh karena itu, pihak-pihak yang
berhubungan harus mengikuti etika yang digariskan oleh islam.
Dalam perbankan
syariah, sebenarnya penggunaan kata pinjam-meminjam kurang tepat digunakan
disebabkan 2 hal :
1. 1. Pinjam
meminjam merupakan salah satu metode hubungan finansial dalam islam. Masih banyak
metode yang diajarkan oleh syariah selain pinjaman, seperti jual beli, bagi
hasil, sewa, dan sebagainya. Karena di dalam perbankan islam fungsi lembaganya berstatus mitra dengan nasabah (peminjam). Tidak ada istilah debitur dan
kreditur di dalamnya, yang ada hanyalah mudharib (pengelola dana) dan
sohibul mal (penyedia dana)
2. 2. Dalam
islam, pinjam meminjam adalah akad sosial dan bukanlah akad komersial. Artinya,
apabila seseorang meminjam sesuatu, ia tidak boleh disyaratkan untuk memberikan
tambahan atas pokok pinjamannya.
Hal ini berdasarkan hadis nabi saw
yang mengatakan :
كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ مَنْفَعَةً فَهُوَ رِبًا
“Setiap pinjaman yang membawa manfaat keuntungan adalah riba.”
Sedangkan para ulama sepakat bahwa
riba itu haram. Oleh sebab itu, dalam perbankan syariah, pinjaman tidak disebut
kredit tetapi pembiyaan (financing)
Jika seseorang datang kepada bank syariah atau perbankan
islam dan ingin meminjam dana untuk membeli barang tertentu, mislakan mobil,
rumah, motor, tanah, suka atau tidak ia harus melakukan jual beli dengan bank
syari’ah. Disini, bank syariah bertindak selaku penjual dan nasabah bertindak
sebagai pembeli. Jika bank memberikan pembiayaan atau pinjaman (dalam
pengertian konvensional) kepada nasabah untuk membeli barang-barang itu, bank
tidak boleh mengambil keuntungan dari pinjaman itu.
Sebagai lembaga komersial yang menghapuskan keuntungan, bank
syariah tidak mungkin melakukannya. Karena itu, untuk mendapatkan dan memproleh
laba agar lembaga perbankan islam tetap hidup dan berjalan, mereka pastilah
harus melakukan jual beli, dimana bank syariah dapat mengambil keuntungan dari
harga barang yang di jual dan keuntungan dari jual beli diperbolehkan dalam
islam (Qs. al-Baqarah 275).
Berbeda pula
halnya dengan keperluan usaha seperti bertani. Dank dan petani dalam hal ini
dapat menyepakati kerja sama yang saling menguntunkan bagi mereka. Biasanya ada
dua pilihan, yaitu :
1 *Menggunakan
skema ba’i as-salam
2 *Bagi
hasil
Jika menggunakan ba’i as-salam, bank bertindak sebagai
pembeli dan petani sebagai penjual. Bank membeli gabah dari petani dengan
harga, kualitas, dan kuantitas yang disepakati saat diserahkan pada waktu yang
akan datang, misalnya tiga bulan atau enam bulan kedepan. Bank lalu mebayar
sesudah dilakukan perjanjian (akad). Ketika jatuh tempo, petani berkewajiban
untuk menyerahkan barang yang dibeli itu (gabah). Gabah itu bisa dijual lagi
kepada pihak lain dan bank mendapat keuntungan darinya.
Contoh lainnya
adalah perdagangan. Karena dalam perdagangan umumnya ada perputaran dana,
nasabah dapat mengajukan pembiyaan mudharabah. Bank dan nasabah dapat bagi
hasil atau keuntungan dengan memperkirakan perputaran rata-rata omzet pada tiap
bulannya.
Dengan penjelasan diatas, sudah tentulah pelaksanaan agama islam yang di yang diturunkan oleh allah swt dan dibawa oleh nabi saw tersebut bersifat way of life.
0 Komentar