Puasa Tapi Masih Terus Bermaksiat | Asmarita



Asmarita (Mahasiswi Ilmu Al-Qur’an danTafsir Fiai-Unisi)

Bulan Ramadhan adalah bulan yang amat suci dan amat sakral. Telah kita pahami bersama bahwa puasa bukanlah hanya menahan lapar dan dahaga saja. Kita juga punya kewajiban untuk meninggalkan maksiat. Namun demikian sudah menjadi hal yang wajar di tengah-tengah pemuda, terlebih dahulu memadukasih sebelum menikah. Harus saling mengenal satu dan lainnya sebelum menaruh pilihan untuk menikah. Aktivitas pacaran ini lebih hangat lagi kita temui di bulan Ramadhan, apalagi menjelang waktu berbuka. Sambil menunggu berbuka ‘ngabuburit’, kita akan saksikan di berbagai rumah makan masing-masing dengan pasangannya.
Pacaran tidaklah lepas dari zina mata, zina tangan, zina kaki dan zina hati. Dari Abu Hurairah, Rasulshallallahu ‘alaihiwasallam bersabda:“Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bias tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat, zina kedua telinga dengan mendengar, zina lisana dalah dengan berbicara, zina tangana dalah dengan meraba (menyentuh), zina kaki adalah dengan melangkah, zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan, lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.” (HR. Muslim no. 6925)
Dalam Al Qur’an setelah Allah melarang dari makan dan minum di siang hari saat puasa, juga disebutkan setelah itu keharaman memakan harta orang lain tanpa lewat jalan yang benar. Padahal memakan harta orang lain dengan jalan keliru adalah terlarang di setiap waktu. Sedangkan larangan untuk makan dan minum hanyalah saat puasa. Ini adalah isyarat bahwa siapa yang mendekatkan diri pada Allah dengan menjauhi makan dan minum, maka ia juga diharuskan untuk menjauhi memakan harta orang lain dengan jalan yang batil. Namun memakan harta seperti itu berlaku setiap waktu, bukan ketika Ramadhan saja atau waktu tertentu saja. Lihat penjelasan Ibnu Rajab Al Hambali dalam LathoifulMa’arif, hal. 278.
Dari Abu Hurairah, Nabishallallahu ‘alaihiwasallam bersabda:“Betapa banyak orang yang berpuasa hanya mendapatkan rasa lapar dan dahaga saja. Betapa banyak pula yang melakukan shalat malam, hanya begadang di malam hari” (HR. Ahmad 2: 373. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sana dhadit sini jayyid).
Puasa yang bermanfaat dan diterima Allah ialah yang dapat membersihkan jiwa, menguatkan kemauan kepada kebaikan, dan membuahkan takwa sebagaimana tersebut dalam firman-Nya, "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al Baqarah: 183).
Namun, bagaimanakah hukum orang yang berpuasa pada bulan Ramadhan apa bila dia mengumpat, berdusta, atau melihat wanita lain (bukan mahram) dengan bersyahwat?  Apakah sah puasanya? Dalam hadis disebutkan, "Puasa itu perisai, maka apabila salah seorang  dari kamu sedang berpuasa janganlah berkata kotor dan berbuat pandir (tolol); dan apabila ada seseorang yang mencacinya atau mengajaknya bertengkar maka hendaklah ia berkata, ’Sesungguhnya aku berpuasa’.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Orang yang melakukanghibahdiibaratkanseperti orang yang sedangmemakanbangkaisaudaranya. Berkaitandenganghibahpadasaatmenjalankan ibadah puasa, terdapatbeberapahadis yang menjelaskannya, yaitu: “Banyaksekali orang yang puasa, iatidakmendapatkanapa-apadaripuasanyakecuali rasa lapar.” (HR: IbnuMajah)
Judi sebagaimana dikutip dari Ensiklopedia Indonesia adalah suatu kegiatan pertaruhan untuk memperoleh keuntungan dari hasil suatu pertandingan, permainan atau kejadian yang hasilnya tidak dapat diduga sebelumnya. Perbuatan ini diharamkan bagi umat muslim karena secara jelas tercantum dalam Al Quran Surat Al Maidah ayat 90. Bang Haji Rhoma Irama secara gambling menjelaskan akibat dariperbuatan judi dalamsebuah lagu yang sekaligus menjadi judul dari lagu tersebut.
Karena judi ini termasuk perbuatan haram bagi umat islam, tentu saja, kapanpun, dimanapun, diharamkan untuk berjudi, apalagi di bulan ramadhan yang suci ini. Tetapi saya pernah melakukannya. Ghibah atau gibah  menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah membicarakan keburukan orang lain. Merupakan salah satu tindakan tercela yang tidak dibenarkan dalam agama Islam, baik  itu dalam kondisi sedang berpuasa atau pun tidak sedang berpuasa.
Orang yang melakukan ghibah di ibaratkan seperti orang yang sedang memakan bangkai saudaranya. Berkaitan dengan  ghibah pada saat menjalankan ibadah puasa, terdapat beberapa hadis yang menjelaskannya, yaitu:
“Banyak sekali orang yang puasa, ia tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali rasa lapar.” (HR: IbnuMajah)



Posting Komentar

0 Komentar