Sangat Beragam! Pembiayaan yang Bisa Anda Peroleh di Bank Syariah | Dima Hafizul Ilmi


            
      Dalam kegiatan operasional disemua perbankan sudah pasti kegiatannya adalah  menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Artinya dalam sirkulasi perbankan sudah pasti dana yang telah terkumpul akan diputar kembali dengan tujuan mendapatkan keuntungan bagi pihak bank.
Begitu juga hal nya perbankan syariah, semua operasional yang terdapat dalam perbankannya pun menerapkan hal yang serupa seperti pada bank konvensional. Seperti : menghimpun dana, penyedia tabungan, dan penyaluran dana (pembiayaan) serta pemberian jasa.
    Namun yang membedakan dalam perbankan syariah dan konvensional adalah transaksi dan prinsip yang di gunakan dalam prooduk-produk penerapan nya. Jika dalam bank syariah prinsip nya harus sesuai dengan al-qur’an dan hadis, namun jika di bank konvensional hanya berprinsip pada hukum perdata dan hukum pidana.

Yang penulis akan bahas pada artikel kali ini adalah sistem pembiayaan pada bank syariah…!
            
Dalam hal penyaluran dana dalam perbankan syariah itu biasa disebut dengan pembiayaan (financing). Berbeda dengan bank konvensional yang biasa disebut kredit.
Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok semua bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak tertentu.
Menurut sifatnya pembiayaan dapat dibagi menjadi dua hal yaitu :

1. pembiayaan produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan maupun investasi.
2. pembiayaan konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan.

            Dalam hal pembiayaan (penyaluran dana) pada  bank syariah, secara garis besar produk pembiayaan syariah terbagi dalam tiga kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya, yaitu :
-          Pembiayaan berdasarkan prinsip jual beli (mudharbah, salam, dan istisna’)
-          Pembiayaan berdasarkan prinsip sewa (ijarah)
-          Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (musyarakah dan mudharabah)
 

Contoh perhitungan pembiayaan dari bank syariah


1. Pembiayaan murabahah

      Misalkan jefri (sebagai nasabah) ingin memiliki sebuah motor vario, namun ia tidak memiliki uang yang cukup. Ia dapat datang ke bank syariah dan memohon agar bank membelikannya. Setelah diteliti dan dinyatakan dapat diberikan, bank membelikan motor vario tersebut ke dialer dan langsung diberikan kepada si jefri. Jika harga motor vario tersebut Rp.18.000.000.00 dan bank ingin mendapatkan keuntungan Rp. 1.500.000.00 selama tiga tahun, harga yang ditetapkan kepada nasabah adalah Rp. 19.500.000.00. nasabah dapat mencicil pembayaran tersebut Rp. 541.666.00 per bulan.
ini skema mudharabah


2. Bai’ as-Salam

      Guntur adalah seorang petani, ia memerlukan dana sekitar 2.000.000.00 untuk mengolah sawahnya seluas satu hektar. Ia dapat datang ke bank syariah dan mengajukan permohonan dana untuk keperluan itu. Setelah diteliti dan dinyatakan dapat diberikan, bank melakukan akad bai’ as-salam dengan petani (Guntur), dimana bank akan membeli gabah, misalnya, jenis IR dari petani untuk jangka  waktu empat bulan sebanyak 2 ton dengan harga RP. 2.000.000.00. pada saat jatuh tempo, petani harus menyetorkan gabahnya kepada bank. Jika bank tidak memerlukan gabahnya untuk “keperluannya sendiri” , bank dapat mennjual kepihak lain atau meminta petani menjualkan terlebih dahulu gabahnya ataupun bisa juga bank meminta petani mencarikan pemasok untuk membeli gabah tersebut dengan harga yang lebih tinggi, misalnya Rp. 1.200 per kilogram. Dengan demikian, keuntungan bank dalam hal ini adalah Rp. 400.000.00 atau (Rp.200.00 x 2000 kg)
Ini skema bai’ as-salam


3. Ba’i al-isthisna

      Hafiz ingin membangun atau memperbaiki rumah yang rusak, kemudian ia dapat mengajukan permohonan dana untuk keperluuan itu kepada bank dengan akad al-isthisna,.  Dalam akad ba’i al-isthisna bank berlaku sebagai penjual yang menawarkan pembangunan / renovasi rumah. Bank lalu membeli / memberikan dana, misalnya Rp. 30.000.000.00 secara bertahap. Setelah rumah itu jadi, secara hukum islam rumah / renovasi rumah itu masih menjadi milik pihak bank dan sampai saat ini akad isthisna sebenarnya telah usai. Karena bank mungkin tidak ingin memiliki rumah itu, maka bank akan menjualnya kepada nasabah dengan harga dan jangka waktu yang disepakati, misalnya Rp.39.000.000.00 dengan waktu jangka waktu pembayaran 3 tahun. Dengan demikian, bank dapat keuntungan Rp.9.000.000.00.
Ini skema bai’ al-isthisna

4. Al-mudharabah

      Ilmi seorang pedagang yang memerlukan modal untuk berdagang, kemudian ia akan mengajukan permohonan pembiayaan bagi hasil kepada bank seperti mudharabah, dimana bank bertindak sebagai shohibul mal (penyedia dana) dan nasabah (si ilmi) sebagai mudharib (pengelola). Caranya adalah dengan menghitung dulu perkiraan pendapatan yang akan diperoleh nasabah dari proyek yang bersangkutan. Misalnya, dari modal Rp. 30.000.000.00 diperoleh pendapatan Rp.5.000.000.00 per bulan. Dari pendapatan ini harus disisihkan dahulu untuk tabungan pengembalian modal kepada bank yang 30.000.000.00 tadi. Misalnya ilmi akan menyisihkan Rp.2.000.000.00. selebihnya dibagi antara bank dan nasabah dengan kesepakatan diawal perjanjian, misalnnya 60% untuk nasabah dan 40% untuk bank.
Ini skema mudharabah


5. Musyarakah

      Pak fahrul adalah seorang pengusaha yang akan melaksanakan suatau proyek. Usaha tersebut membutuhkan modal sejumlah Rp. 100.000.000.00. dan ternyata, setelah dihitung, pak fahrul hanya memiliki dana Rp. 50.000.000.00 atau 50% dari modal keseluruhan yang diperlukan. Pak fahrul kemudian datang kesebuah perbankan syariah untuk mengajukan pembiayaan dengan skema musyarakah. Dalam hal ini, kebutuhan terhadap modal sejumlah Rp.100.000.000.00 dipenuhi 50% oleh bank dan 50% oleh nasabah. Setelah proyek selesai, nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati oleh untuk bank.
      Seandainya keuntungan dari proyek tersebut Rp.20.000.000.00 dan nisbah atau porsi bagi hasil disepakati adalah 50:50 (50% untuk nasabah pak fahrul dan 50% untuk bank), pada akhir proyek pak fahrul harus mengembalikan dana sebesar Rp.50.000.000.00 (dana pinjaman dari bank) ditambah Rp.10.000.000.00 untuk keuntungan yang dibagi rata.
Ini skema musyarakah


6. Musyarakah mutanaqishah

      Nasabah dan bank berkongsi dalam pengadaan suatu barang (rumah atau kendaraan dll), misalnya 30% dari nasabah dan 70% dari bank. Untuk memiliki barang tersebut, nasabah harus membayar kepada bank sebesar porsi yang dimiliki bank. Karena pembayarannya dilakukan secara angsuran, penurunan porsi kepemilikan bank pun berkurang secara proporsional sesuai dengan besarnya angsuran. Barang yang telah dibeli secara kongsi tadi baru akan menjadi milik nasabah seuutuhnya 100% dan porsi bank 0%.
      Jika kita mengambil rumah, perhitungannya adalah sebagai berikut. Harga rumah, misalnya Rp.100.000.000.00. bank berkontribusi sebesar Rp.70.000.000.00 dan nasabah Rp.30.000.000.00. karena kedua pihak (bank dan nasabah) telah berkongsi, bank memiliki 70% saham rumah dan nasabah memiliki 30% saham kepemilikan rumah. Dalam syariah islam, barang milik perkongsian bisa disewakan kepada siapa pun, termasuk kepada anggota perkongsian itu sendiri, dalam hal ini adalah nasabah.
      Seandainya sewa yang dibayarkan penyewa (nasabah) adalah Rp.1.000.000.00 per bulan, pada realisasinya Rp.700.000.00 akan menjadi milik bank dan Rp.300.000.00 merupakan bagian untuk nasabah. Akan tetapi, karena nasabah pada  hakikatnya ingin memiliki rumah itu, uang sejumlah Rp.300.000.00 itu dijadikan sebagai pembelian saham dari porsi bank. Dengan demikian, saham nasabah tiap bulannya akan semakin besar dan saham bank semakin kecil. Pada akhirnya, nasabah akan memiliiki 100% saham dan bank akan tidak lagi memiliki saham atas rumah tersebut.
Inilah yang diisebut dengan skema musyarakah mutanaqishah atau disebbut juga dengan decreasing dari pihak bank.

7. Al-ijarah

      Bank syariah yang mengoperasikan ijarah dapat melakukan leasing, baik operational lease maupun financial lease. Akan tetapi, pada umumnya, bank syariah lebih banyak melaksanakan financial lease with purchase option atau ijarah muntaniha bit-tamlik. Hal ini karena skema ini lebih sederhana dari sisi pembukuan dan bank tidak direpotkan oleh beban pemeliharaan  asset, ditinjau dari hal tersebut, ijarah lebih sering dipakai untuk pembiayaan investasi dan customer loan.
      Sebagai contoh : seorang nasabah yang melakukan proyek pembangunan jembatan, memerlukan alat-alat berat sebagai penunjang operasinya. Karena keberadaan alat tersebut  hanya bersifat musiman dan dibutuhkan pada saat dia sedang melaksanakan proyek, dia memutuskan untuk tidak membeli peralatan itu, melainkan menyewanya kepada bank. Akan tetapi, jika ternyata alat-alat tersebut akan terus dibutuhkan dan dia kemudian memutuskan untuk membelinya, dia bisa melakukannya dengan ijarah muntaniha bit-tamlik, yaitu menyewa peralatan tersebut dan pada akhir masa sewa, dia membelinya.


      itulah beberapa akad yang dijelaskan pada kesempatan kali ini, masih banyak dan beragam lagi akad-akad pelengkap pada bank syariah, mungkin akan dijelaskan pada artikel selanjutnya.

Posting Komentar

0 Komentar