Maksiat | Nurbaiti Rahmawati

Nama: Nurbaiti Rahmawati
Prodi: IAT (ilmu al-Quran tafsir)

Gambar dikutip dikutip dari maulanaahsan.com
Gambar dikutip dikutip via maulanaahsan.com

Dalam ajaran Islam, kata al-masiyah dipakai untuk menyebut perbuatan durhaka (dosa), yakni tidak mengikuti perintah Allah SWT dan Rasul-Nya, tetapi mengerjakan larangan Allah SWT dan Rasul-Nya. Maksiat mencakup segala perbuatan meninggalkan yang wajib dan mengerjakan yang haram, baik berkaitan dengan hak Allah SWT maupun hak pribadi.

Hal tersebut dapat dilihat dalam surah al-Baqarah (2) ayat 35 dan 36, yakni Allah SWT menceritakan tatkala Adam dan Hawa tidak patuh terhadap larangan Allah SWT untuk tidak memakan buah pohon (terlarang) yang ada dalam surga. Akhirnya Adam dan Hawa tergoda untuk memakan buah tersebut karena keduanya digelincirkan setan.

Kisah lain terdapat dalam surah Hud (11) ayat 59, yaitu Allah SWT menggambarkan bagaimana sikap kamu Ad yang berarti:
Dan itulah (kisah) kaum Ad yang mengingkari tanda-tanda kekuasaan tuhan mereka, dan mendurhakai rasul-rasul Allah dan mereka menuruti perintah semua penguasa yang berlaku sewenang-wenang lagi menentang (kebenaran).

Fathi ad-Dhuraini (ahli usul fiqih) memberikan pengertian maksiat sebagai segala tindakan atau perbuatan yang bersifat meninggalkan yang wajib dan mengerjakan yang haram. Hal tersebut menyangkut apakah perbuatan itu berkaitan dengan hak Allah SWT ataupun yang berkaitan dengan hak pribadi. Dilihat dari segi hukuman di dunia yang akan dikenakkan kepada pelakau maksiat, di samping hukuman akhirat yang ditentukan Allah SWT.

Ibnu Qayyim al-Jauzary dalam kitabnya at-Turuq al-hukmiyyah fi as-Siyahsah asy-Syariyyah membagi maksiat menjadi tiga bagian:
(1) Maksiat yang dikenai hukuman hudud, tetapi tidak dikenai kafarat (denda untuk menghapuskan dosa), seperti perbuatan zina, mencuri, minum-minuman keras, dan qazf. Hukum untuk bentuk maksiat dalam kategori ini telah ditentukan, yakni bersifat tetap dan tidak boleh ditambah.

(2) Maksiat yang dikenai hukuman kafarat dan tidak dikenai hukuman huddud, misalnya melakukan hubungan suami istri disiang hari pada bulan Ramadhan dan melakukan hubungan suami istri terhadap istri yang di-zihar (menyamakan istri dengan ibu sendiri), kafarat dalam nas bisa berbentuk kewajiban memerdekakan budak, berpuasa selama 2 bulan berturut-turut, dan member makan fakir miskin.

(3) Maksiat yang tidak dikenakan hukuman hudud dan tidak pula dikenakan hukuman kafarat, seperti perbuatan mencuri yang tidak mencukupi satu nisab, bertindak sebagai saksi palsu atau memberikan sumpah palsu, dan memakan sesuatu yang dihalalkan (seperti darah dan bangkai). Maksiat inilah yang termasuk tindak pidana takzir, Maksiat dari golongan ini ada yang menyangkut hak Allah SWT, yaitu yang bersifat menggangu ketentraman umum dan hak masyarakat, dan ada pula yang bersifat pribadi. Hukum untuk maksiat ini tidak ditentukan dalam nas secara terperinci. Oleh karena itu, penentuan hukumnya ditentukan oleh penguasa (hakim) dengan mengacu pada pencampaian tujuan hokum itu sendiri.

Dengan demikian segala perbuatan yang tidak sejalan dengan kehendak syariat islam disebut maksiat. Apakah itu menyangkut hak Allah SWT sendiri ataupun yang menyangkut hak pribadi. Hukuman dunawiyyah ada yang telah ditentukan secara terperinci oleh nas dan ada pula yang penentuan hukumnya diserahkan sepenuhnya kepada kebijakan hakim 

~والله أعلم بالصواب~

Posting Komentar

0 Komentar