![]() |
Gambar via smpalazhar.sch.id |
Didalam
Alqur’an ada terdapat nilai-nilai tentang Revolusi Mental, nilai-nilai tersebut
terdiri dari bagian yaitu Integritas, Etos kerja dan Gotong royong. Dan nilai-nilai tersebut akan penulis
paparkan dalam artikel ini.
A. Integritas
Terdapat
pernyataan di dalam Alqur’an mengenai Integritas, yakni pada surah As-Saff ayat 2, berikut ini:
Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak
kamu kerjakan?”(Q.S. As-Saff (61) : 2 )
Dalam
ayat ini Allah melarang untuk mengatakan sesuatu yang tidak dikerjakan. Ayat ini berhubungan dengan
pengertian Integritas yang berarti kesempurnaan, kesatuan, keterpaduan,
ketulusan hati, kejujuran dan tak tersuap. Integritas dapat juga diartikan
sebagai Akhlak. Islam memposisikan akhlak sebagaidimensi yang tidak dapat
dipisahkan dari disiplin iman, ilmu, dan amal. Ketigadimensi tersebut menjadi
landasan utama dalam beragama, sehingga saling mengikat dan tidak bisa
diputuskan.
Akhlak
merupakan alat ukur kemuliaan seseorang. Ketiga dimensi yang dimaksud ialah:
Pertama, Aqidah jika aqidahnya benar maka timbul akhlak baik terhadap Al-Khaliq
sehingga tidak mempersekutukannya. Kedua, Syari‟ah berupa pengabdian hamba
terhadap Tuhan-Nya. Jika pengamalan mahdah dan ghairu mahdah sesuai Alqur’an
dan Sunnah maka telah menjaga dari Ikhtilaf fil Ibadah. Ketiga, Ihsan yaitu
hubungan baik terhadap Allah Swt. (mu‟amalah ma‟a Allah), hubungan baik
terhadap sesama (mu‟amalah ma‟a an-naas), serta hubungan baik terhadap seluruh
makhluk di Dunia (mu‟amalah ma‟a al-aalam).
Ihsan inilah pembuktian dari adanya pemahaman benar terhadap aqidah dan
syariah.
Novi
Hardian, menyebut empat faktor pembentuk akhlak seseorang. Pertama, Al-wirasiyah
(genetic), artinya keturunan atau nasab sebagai pembentuk akhlak anak.
Kedua, An-Nafsiayah (psikologis), yaitu nilai-nilai yang ditanamkan oleh kedua orang tuanya. Ketiga, Syariah Ijtimaiyyah (sosial), artinya lingkungan mempengaruhi aktulisasi nilai-nilai dalam diri. Keempat, Al-Qiyam (Nilai Islam), yaitu pemahaman keislaman seseorang dapat mewarnai pembentukan akhlak.
Kedua, An-Nafsiayah (psikologis), yaitu nilai-nilai yang ditanamkan oleh kedua orang tuanya. Ketiga, Syariah Ijtimaiyyah (sosial), artinya lingkungan mempengaruhi aktulisasi nilai-nilai dalam diri. Keempat, Al-Qiyam (Nilai Islam), yaitu pemahaman keislaman seseorang dapat mewarnai pembentukan akhlak.
B. Etos Kerja
Menurut
Heddy, Etos yaitu perangkat nilai atau
nilai-nilai yang mendasari perilaku suatu golongan atau kolektivitas manusia.
Basis etos adalah ilmu profetik (pengahayatan – Etos kerja keabdian untuk
Allah). Sedangkan kata kerja didefinisikan sebagai kegiatan melakukan sesuatu,
sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah atau mata pencaharian. Masih menurut
Heddy, etos kerja dibagi dua yakni etos kerja keabadian dan etos kerja
keabdian. Etos kerja keabadian kepada Allah merupakan perangkat nilai untuk
menentukan baik buruknya seorang ilmuan profetik terhadap pemikiran, aktivitas,
dan hasil karyanya. Sedangkan etos keabdian bekerja untuk meningkatkan potensi,
keilmuan dan skill pribadinya agar memberikan manfaat buat orang banyak. Inilah
etos kerja tafsir ayat “
Bagi
seorang Muslim, etos kerja adalah upaya eksistensi keimanan, mewujudkan keyakinan melalui pola prilaku dan
tindakan, serta ketawadhuan. Etos kerja keabadiannya ditujukan untuk: manusia,
ilmuan dan kesemestaan. Nilai etos kerja inilah pembeda agama Islam dengan
agama lainnya. Bahkan bekerja dalam Islam memiliki karakter tertentu yang tidak
terdapat dalam agama lain selain Islam, seperti: kerja adalah penjabaran dari
aqidah, berniat kerja adalah ibadah, menegakkan titah agama, dan menuju
kebahagiaan dunia akhirat. Dalam
Alqur’an terdapat ayat bahwa Allah memerintahkan seseorang untuk bekerja keras,
kerja cerdas, kerja tuntas, dan kerja mawas. Sebagaimana terdapat dalam surah
at-Taubah (9) : ayat 105 berikut:
rtinya:
“Dan katakanlah, „Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu,
begitu juga Rasul-Nya dan orang –orang mukmin, dan kamu akan dikembalikan
kepada (Allah) Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya
kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.”(Q.S. At-Taubah (9) : 105 )
Abu
Ja’far at-tabari menyebutkan bahwa ayat
merupakan peringatan, karena konsekuensi dari kerja dalam Islam ialah
penilaian orang beriman, dilihat Rasul berarti bekerja sesuai tuntunannya,
dihisab Allah karena hasil kerja baik buruknya. Dengan demikian etos kerja
dalam islam adalah ibadah, bernilai dunia akhirat. Sehingga bekerja tidak
sekedar memenuhi kebutuhan pribadi, tetapi berlandas pada Iman, Taqwa dan kerja
keras untuk kemaslahatan bersama.
C. Gotong Royong
Melirik
sejarah bangsa Indonesia, Nusantara tidak dapat dipisahkan dari gotong royong.
Menurut Tantular seperti di kutip Yudi Latif, secara historis hidup religius
dengan kerelaan menerima keragaman telah lama diterima sebagai kewajaran oleh
penduduk Nusantara.
Dalam
Islam kebersamaan tolong-menolong, bermusyawarah, tenggang rasa, bahu-membahu,
bagian dari Islam menyangkut Aspek sosial yang sangat dianjurkan bahkan
diwajibkan. Sebagaimana yang terkandung di dalam Alqur’an Surah AlMaaidah ayat 2.
Artinya:
“.... Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,
dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan ....”(Q.S.
Al-Maaidah (5) : 2 )
Menurut
Wahbah al-Zuhaili, tolong menolong dalam kebajikan, takwa dan perkara yang dapat menenangkan hati, adalah
wajib. Sedangkan bahu-membahu dalam permusuhan, kriminal, melanggar hukum,
merampas hak orang lain, kemaksiatan dan dosa adalah haram.
Konteksnya dalam berbangsa dan bernegara, kita diwajibkan menjaga kesatuan dan persatuan bangsa dari neolonialisme, mempersatukan kebhinnekaan dalam bingkai ukhuwah islamiyah, ukhuwah wathaniyah, dan ukhuwah basyariah.
Sudah saatnya ummat bersatu, bergotong royong, bahu membahu, berupaya membangun National Character Building (NCB). Dari tangan-tangan panas, mulut berbisa, wajah ganda para pejabat dan elit bangsa yang tidak lagi memprioritaskan kesejahteraan, kemandirian, kedaulatan dan kemaslahatan bangsa. Membangkitkan semangat gotong royong seperti yang telah dipopulerkan Soekarno pada 1945, saat merevitalisasi nilai-nilai agama, nilai sosial budaya pada masyarakat lintas suku bangsa di Indonesia agar terbebas dari dominasi sosial, ekonomi, politik, serta ideologi asing yang tidak menguntungkan bangsa Indonesia.
Konteksnya dalam berbangsa dan bernegara, kita diwajibkan menjaga kesatuan dan persatuan bangsa dari neolonialisme, mempersatukan kebhinnekaan dalam bingkai ukhuwah islamiyah, ukhuwah wathaniyah, dan ukhuwah basyariah.
Sudah saatnya ummat bersatu, bergotong royong, bahu membahu, berupaya membangun National Character Building (NCB). Dari tangan-tangan panas, mulut berbisa, wajah ganda para pejabat dan elit bangsa yang tidak lagi memprioritaskan kesejahteraan, kemandirian, kedaulatan dan kemaslahatan bangsa. Membangkitkan semangat gotong royong seperti yang telah dipopulerkan Soekarno pada 1945, saat merevitalisasi nilai-nilai agama, nilai sosial budaya pada masyarakat lintas suku bangsa di Indonesia agar terbebas dari dominasi sosial, ekonomi, politik, serta ideologi asing yang tidak menguntungkan bangsa Indonesia.
~والله أعلم بالصواب~
0 Komentar