Oleh : Siti Mira Sofia
(Mahasiswa Manajemen Pendidikan Islam, Universitas Islam Indragiri)
Biasanya ketika ada mahasiswa bertemu dengan mereka yang tidak kuliah, misalnya teman semasa SMA atau SMP, dia mudah merasa dirinya lebih hebat. Menceritakan kehebatannya saat berkuliah, memamerkan kegiatan-kegiatannya saat dikampus, dan lain sebagainya. Padahal, bisa jadi teman yang lulus SMA atau SMP itu lebih jujur, lebih bertaqwa, lebih dekat dengan Allah, dan tidak pernah mencontek saat mengerjakan tugas seperti yang dilakukannya di kampus.
Maka dari itu, jika saudara memiliki gelar, bersyukurlah
atas karunia Allah tersebut, Namun janganlah kita menjadi merasa mulia dengan
gelar itu, sehingga jika gelar saudara tidak disebut akan merasa tersinggung
dan terhina. Karena ketahuilah, kemuliaan tidak di ukur oleh gelar, tapi dengan
ketaqwaan.
Kalau penyebutan gelar hanya membuat hati kita menjadi
sombong dan menjadi pemicu penyakit-penyakit hati lain bersarang di diri kita,
lebih baik gelar itu tak pernah di dapatkan sama sekali, ataupun disebutkan
jika memang tidak diperlukan, katakanlah dengan seperlunya saja. Misalnya saat
didalam forum tertentu, dan ditanyakan jenjang pendidikan kita, cukup dijawab,
“ Saya S-2”. Tidak usah ditambah lagi kalimatnya dengan kalimat – kalimat lain
yang membuat kita terkesan menyombong , karena sekali lagi ketahuilah, Gelar hanyalah
topeng dunia!.
Gelar itu memang tidak salah, Strata 1,2,3, atau apapun.
Karena Ilmu sama dengan harta, sifatnya
netral. Semua tergantung oleh pembawaan kita dalam menyikapinya. Dalam contoh
ini yang tidak netral dan lebih condong ke sifat negatif adalah merasa diri atau
kotornya hati dengan gelar yang dipegang. Sehingga bukan berarti tidak boleh
kuliah, kita harusnya tidak salah paham mengenai hal itu.
Manusia memiliki takdir nya masing-masing. Ada yang menjadi
kaya, ada yang sedang, demikian juga dalam hal kesempatan mengenyam pendidikan
ada yang kuliah ada yang tidak. Yang terpenting ketika mendapatkan takdirnya
kita tetap merunduk dan besyukur. Jangan ujub, sombong, dan pamer! Kuliah
bukanlah segala-galanya. Surga tidak ditentukan oleh kampus atau gelar. Kita
semua hamba Allah. Teruslah kita merunduk dan bersyukur.
“Ada tiga hal yang merusak akhlak, jiwa, dan agama. Yaitu, pertama, kikir yang diikuti, nafsu yang diperturutkan, dan yang ketiga adalah ujub, heran kepada diri sendiri” (H.R Thabrani)
Orang yang berilmu tapi tetap merunduk tentu lebih disukai
Allah daripada yang ujub. Orang lain juga akan nyaman bergaul dengan orang yang
berilmu dan tetap merunduk, karena dapat memposisikan diri sejajar dengan orang
lain,walaupun memiliki ilmu yang lebih. Tinggi, luas maupun sedang ilmu yang
kita miliki, yang terpenting kita harus memohon supaya dirahmati Allah.
Orang yang dirahmati Allah, makin tinggi ilmunya akan makin
merunduk. Seperti sering bertafakur. “Ya Allah, Hanya engkau yang membuat saya
bisa kuliah. Jika engkau takdirkan saya tidak memiliki akal, jangankan untuk
kuliah, menyuap nasi pun mungkin saya tak mampu. Engkau takdirkan otak ini
sempurna. Jika sedikit saja ada kekurangan, tentu tidak bisa berjalan dengan
semestinya dan menempuh dunia pendidikan dengan mudah. Ya Allah, semuanya ini
hanya rahmat dan fadhilah-Mu.”
Hal ini bukan hanya dalam ilmu umum, tetapi juga ilmu agama.
Misalkan saudara lulusan perguruan tinggi ilmu agama, kalau tidak hati-hati
gelar sarjananya bisa menjadi boomerang
kepada dirinya sendiri. Karena yang belajar ilmu agama belum tentu menjadi
dekat dengan Allah, jika tujuannya bukan Allah.
Misalkan saat Seorang mahasiswa ditanya tentang tujuannya
berkuliah di perguruan tinggi agama, dan berkata, “saya ingin menjadi sarjana agama,
setelah itu harus menjadi PNS. Ya, target saya bekerja di KUA,”. KUA itu
netral, tidak ada yang salah dengan KUA, begitu juga menjadi PNS. Tapi mengapa
menjadikan PNS dan KUA sebagai tujuan hidup ? . Cukuplah Allah yang dituju, dan
mohonkanlah rahmat-Nya.
Terakhir saya sampaikan, Gelar hanyalah topeng dunia, dan
ilmu itu netral seperti harta. Dengan ilmu yang telah dikaruniai Allah, mari
kita terus merendahkan hati dan tetap bersyukur. Kita harapkan dan mohonkan
rahmat Allah supaya selama kita hidup sementara di dunia ini, hidup kita benar.
Semoga dengan rahmat-Nya itu, kita bisa selamat saat tiba waktunya untuk pulang
ke sisi-Nya.
0 Komentar