![]() |
Gambar via asklegal.my |
Pada ayat ini Allah SWT masih menjelaskan masalah hukum-hukum yang terkait dengan thalaq, yang mana telah ditetapkan bahwa thalaq yang dibolehkan bagi seorang suami untuk meruju’nya kembali adalah dua kali, thalaq satu dan thalaq dua.
Kemudian dalam ayat ini juga diisyaratkan tentang disyariatkannya khulu’ (bolehnya seorang wanita meminta cerai kepada suaminya karena ada sebab yang syar’i) … Allah ‘Azza wa Jalla berfirman :
الطَّلاَقُ مَرَّتَانِ فَإِمْسَاكُُ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحُ بِإِحْسَانٍ
وَلاَ يَحِلُّ لَكُمْ أَن تَأْخُذُوا مِمَّا ءَاتَيْتُمُوهُنَّ شَيْئًا إِلآَّ أَن
يَخَافَآ أَلاَّ يُقِيمَا حُدُودَ اللهِ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا
افْتَدَتْ بِهِ تِلْكَ حُدُودُ اللهِ فَلاَ تَعْتَدُوهَا وَمَن يَتَعَدَّ حُدُودَ
اللهِ فَأُوْلاَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ {229}
"Talak (yang dapat
dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau
menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali
sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya
khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir
bahwa keduanya (suami istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka
tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk
menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya.
Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang yang
zhalim." (Al-Baqarah: 229 )
Dijelaskan didalam Tafsir Al-Mukhtashar bahwasanya الطَّلٰقُ مَرَّتَانِ ۖ (Talak (yang dapat dirujuki) dua kali) Yakni talak yang diperbolehkan untuk rujuk kembali adalah sebanyak dua kali; yang pertama dan yang kedua, adapun untuk yang ketiga tidak dapat rujuk.
Dan pada setiap kali talak pertama dan kedua ada dua pilihan, baik itu rujuk (بِمَعْرُوفٍ) dengan cara yang ma’ruf berupa pergaulan yang baik dan pemenuhan hak-hak atau (تَسْرِيحٌۢ بِإِحْسٰنٍ) menceraikan dengan cara yang baik, yakni dengan tidak merujuknya sampai selesai masa iddahnya, melepasnya ke rumah keluarganya dengan perkataan yang baik, dan memberinya mut’ah (hadiah atau harta) -Lihat ayat 236-.
شَيْـًٔا (sesuatu) Yakni tidak dihalalkan bagi para suami untuk mengambil apa yang telah diberikan kepada sang istri seperti mahar dan yang sesuatu lainnya sebagai bentuk usaha untuk memberi kerugian terhadap sang istri.
إِلَّآ أَن يَخَافَآ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّـهِ ۖ (kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah) Yakni kecuali memang sang istri benci terhadap suaminya dan sudah tidak betah hidup dengannya meski tanpa ada keburukan yang dilakukan suami terhadapnya.
فَإِنْ خِفْتُمْ (Jika kamu khawatir) Kalimat ini ditujukan bagi para pemimpin, hakim, atau orang yang menjadi penengah antara suami istri untuk memperbaiki hubungan keduanya. أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّـهِ (bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah) Yakni yang berupa pergaulan yang baik dan ketaatan.
فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِهِۦ ۗ (maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya) Yakni apabila keduanya takut tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah tersebut maka dibolehkan bagi isteri untuk menebus dirinya dengan cara memberikan sebagian harta yang bisa diterima oleh suami agar bisa mentalaknya. Dan ini dinamakan dengan Khul’u. maka boleh bagi suami untuk mengambil harta tersebut untuk kemudian mentalaknya apabila sang suami memang tidak memaksa sang istri atau memberi kamadharatan kepadanya.
تِلْكَ حُدُودُ اللَّـهِ (Itulah hukum-hukum Allah) Yakni hukum-hukum dalam pernikahan dan perceraian, dan ini adalah hukum-hukum Allah yang diperintahkan kepada kalian untuk menjalankannya.
فَلَا تَعْتَدُوهَا ۚ (maka janganlah kamu melanggarnya) Yakni melanggar hukum-hukum tersebut.
Dijelaskan didalam Tafsir Al-Mukhtashar bahwasanya الطَّلٰقُ مَرَّتَانِ ۖ (Talak (yang dapat dirujuki) dua kali) Yakni talak yang diperbolehkan untuk rujuk kembali adalah sebanyak dua kali; yang pertama dan yang kedua, adapun untuk yang ketiga tidak dapat rujuk.
Dan pada setiap kali talak pertama dan kedua ada dua pilihan, baik itu rujuk (بِمَعْرُوفٍ) dengan cara yang ma’ruf berupa pergaulan yang baik dan pemenuhan hak-hak atau (تَسْرِيحٌۢ بِإِحْسٰنٍ) menceraikan dengan cara yang baik, yakni dengan tidak merujuknya sampai selesai masa iddahnya, melepasnya ke rumah keluarganya dengan perkataan yang baik, dan memberinya mut’ah (hadiah atau harta) -Lihat ayat 236-.
شَيْـًٔا (sesuatu) Yakni tidak dihalalkan bagi para suami untuk mengambil apa yang telah diberikan kepada sang istri seperti mahar dan yang sesuatu lainnya sebagai bentuk usaha untuk memberi kerugian terhadap sang istri.
إِلَّآ أَن يَخَافَآ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّـهِ ۖ (kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah) Yakni kecuali memang sang istri benci terhadap suaminya dan sudah tidak betah hidup dengannya meski tanpa ada keburukan yang dilakukan suami terhadapnya.
فَإِنْ خِفْتُمْ (Jika kamu khawatir) Kalimat ini ditujukan bagi para pemimpin, hakim, atau orang yang menjadi penengah antara suami istri untuk memperbaiki hubungan keduanya. أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّـهِ (bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah) Yakni yang berupa pergaulan yang baik dan ketaatan.
فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِهِۦ ۗ (maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya) Yakni apabila keduanya takut tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah tersebut maka dibolehkan bagi isteri untuk menebus dirinya dengan cara memberikan sebagian harta yang bisa diterima oleh suami agar bisa mentalaknya. Dan ini dinamakan dengan Khul’u. maka boleh bagi suami untuk mengambil harta tersebut untuk kemudian mentalaknya apabila sang suami memang tidak memaksa sang istri atau memberi kamadharatan kepadanya.
تِلْكَ حُدُودُ اللَّـهِ (Itulah hukum-hukum Allah) Yakni hukum-hukum dalam pernikahan dan perceraian, dan ini adalah hukum-hukum Allah yang diperintahkan kepada kalian untuk menjalankannya.
فَلَا تَعْتَدُوهَا ۚ (maka janganlah kamu melanggarnya) Yakni melanggar hukum-hukum tersebut.
Sedangkan Talak pada masa jahiliyah dan terus
berlanjut pada masa awal Islam, yaitu seorang suami menceraikan istrinya tanpa
batas, di mana apabila ia menghendaki memudharatkan istrinya, maka dia ceraikan
dulu dan apabila hampir selesai masa iddahnya ia ruju' kembali, kemudian ia
ceraikan kembali dan begitulah seterusnya, hingga membuat kemudharatan bagi
wanita yang hanya Allah saja yang mengetahuinya.
Maka Allah Ta’ala memberitahukan
bahwa, { الطَّلاَقُ } "talak" yaitu yang boleh dilakukan ruju' padanya, {
مَرَّتَانِ
} "dua kali" agar suami dimungkinkan (apabila ia tidak bermaksud
memudharatkan), untuk kembali kepada istrinya dan ia berfikir kembali pada
masa tersebut, namun jika lebih dari masa itu maka tidaklah haram baginya,
karena barangsiapa yang menalak lebih dari dua kali maka dia itu kalau bukan
karena lancang terhadap yang haram atau ia tidak mempunyai keinginan untuk
meruju', maka maksudnya adalah memudharatkan.
Karena itu Allah memerintahkan
kepada suami tersebut untuk meruju' istrinya, { بِمَعْرُوفٍ } " dengan cara yang ma'ruf",
yaitu, pergaulan yang baik yang berlaku di antara mereka seperti apa yang
berlaku pada pasangan yang semisal mereka, dan inilah yang lebih kuat, bila
tidak, maka hendaklah menceraikan dan meninggalkannya, { بِإِحْسَانٍ }
"dengan cara yang baik".
Di dalam ayat tersebut mengandung beberapa
faidah yaitu:
Berupakan hikmah dan rahmat Allah Ta’ala yang membatasi jumlah
thalaq dengan tiga kali saja, tidak ada ruju’ lagi setelah jatuh thalaq tiga
kecuali istrinya dinikahi oleh orang lain terlebih dahulu; karena pada masa
Jahiliyah dulu seseorang menthalaq istrinya dengan berkali-kali. Islam
mengajarkan hikmah ketika melaksanakan sesuatu. Contoh: Menyembelih dengan cara
yang baik, membunuh musuh dengan cara yang baik, dll. Haram mengambil sesuatu
yang telah diberikan istri apabila ditalak baik mahar atau
lainnya, kecuali ia menthalaq istrinya sebelum dicampuri maka boleh baginya
mengambil separoh dari maharnya berdasarkan firman Allah dalam surat Al-Baqarah
: 237. Wallahu a'lam
~والله أعلم بالصواب~
0 Komentar