Konsep
Moral Islam Dalam Sistem Distribusi Pendapatan
Secara umum, islam mengarahkan mekanisme berbasis moral
spiritual dalam pemeliharaan keadilan sosial pada setiap aktivitas ekonomi.
Latar belakangnya karena ketidak seimbangan distribusi kekayaan adalah hal yang
mendasari hampir semua konflik individu maupun sosial. Upaya pencapaian manusia
akan kebahagiaan, membimbing manusia untuk menerapkan keadilan ekonomi yang
dapat menyudahi kesengsaraan di muka bumi ini. Hal tersebut akan sulit di capai
tanpa adanya keyakinan pada prinsip moral tersebut. Ini adalah fungsi dari
menerjemahkan konsep moral sebagai faktor endogen dalam perekonomian, sehingga
etika ekonomi menjadi hal yang sangat membumi untuk dapat mengalahkan setiap
kepentingan pribadi.
Untuk itu, dalam merespon laju perkembangan pemikiran
ini, yang harus di lakukan adalah: pertama, mengubah pola pikir
(mindsets) dan pembelajaran mengenai islam, dari yang fokus perhatiannya
bertujuan materialistis kepada tujuan yang mengarahkan kesejahteraan umum
berbasis pembagian sumber daya dan resiko yang berkeadilan, untuk mencapai
kemanfaatan yang lebih besar bagi komunitas sosial. Kedua, keluar dari ketergantungan kepada pihak lain. Hidup
di atas kemampuan pribadi sebagai personal maupun bangsa, melaksanakan
kewajiban financial sebagaimana yang di tunjukkan oleh ajaran islam dan
meyakini dengan sungguh-sungguh bahwa dunia saat inibukanlah akhir dari cerita
kita. Akan ada kehidupan baru setelah setelah kehidupan di dunia fana ini
(Masoud Ali Khan: 2005).
Islam menyadari bahwa pengakuan akan kepemilikan adalah
hal yang sangat penting. Setiap hasil usaha ekonomi seorang muslim, dapat
menjadi hak miliknya. Karena hal inilah yang menjadi motivasi dasar atas setiap
aktivitas produksi dan pembangunan. Landasannya, jika seseorang yang berusaha
lebih keras daripada orang lain dan tidak
di berikan apresiasi lebih, misalnya dalam bentuk pendapatan. Maka
tentunya tidak ada orang yang mau berusaha dengan keras.
Pendapatan itu sendiri tidak aka nada artinya kecuali dengan
mengakui adanya hak milik. Motivasi ini kemudian membimbing manusia untuk terus
berkompetisi dalam menggapai kepemilikiannya. Namun demikian, bila di lihat
dari aspek psikologis yang membentuk karakter dasar manusia sebagai homo
economicus, ajaran islam mensinyalir bahwa manusia cinta kepada keabadian hidup
(immortality) dan mempunyai insting untuk menguasai atas segala hal walaupun
manusia menyadari bahwa waktu untuk hidupnya sangatlah terbatas.
Oleh karena itu, manusia kemudian menerjemahkan karakter
tersebut dengan berusaha segiat mungkin, selama individual economic life cycle.
Demi kesejahteraan diri dan anak cucunya (yang berlaku sebagai penerus
kehidupannya di dunia fana ini). Mata rantai kehidupan anak cucu adam ini,
tidak akan berarti tanpa adanya, sekali lagi pengakuan kepada hak milik. Karena
dengan hak milik tersebut, si orang tua dapat mempunyai sesuatu untuk
diwariskan kepada anak cucunya nanti.
wallahu'alam bishawab
0 Komentar