Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam telah menerangkan tentang Islam, termasuk di dalamnya masalah
adab. Seorang penuntut ilmu harus menghiasi dirinya dengan adab dan akhlak
mulia. Dia harus mengamalkan ilmunya dengan menerapkan akhlak yang mulia, baik
terhadap dirinya maupun kepada orang lain. Berikut diantara adab-adab yang
selayaknya diperhatikan ketika seseorang menuntut ilmu syar’i.
![]() |
pict by : https://www.dutaislam.com/ |
Pertama,
Mengikhlaskan niat dalam menuntut ilmu, Dalam menuntut ilmu kita harus ikhlas
karena Allah Ta’ala dan seseorang tidak akan mendapat ilmu yang bermanfaat jika
ia tidak ikhlas karena Allah. “Padahal
mereka tidak disuruh kecuali agar beribadah hanya kepada Allah dengan
memurnikan ketaatan hanya kepadaNya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan
supaya mereka mendirikan shalat dan memurnikan zakat; dan yang demikian itulah
agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah:5)
Orang yang menuntut ilmu bukan karena mengharap wajah
Allah termasuk orang yang pertama kali dipanaskan api neraka untuknya.
Rasulallah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menuntut ilmu syar’i yang semestinya ia lakukan untuk
mencari wajah Allah dengan ikhlas, namun ia tidak melakukannya melainkan untuk
mencari keuntungan duniawi, maka ia tidak akan mendapat harumnya aroma surga
pada hari kiamat.” (HR. Ahmad)
Kedua, Rajin
berdoa kepada Allah Ta’ala, memohon ilmu yang bermanfaat. Hendaknya setiap
penuntut ilmu senantiasa memohon ilmu yang bermanfaat kepada Allah Ta’ala dan
memohon pertolongan kepadaNya dalam mencari ilmu serta selalu merasa butuh
kepadaNya.
Rasulallah shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan
kita untuk selalu memohon ilmu yang bermanfaat kepada Allah Ta’ala dan
berlindung kepadaNya dari ilmu yang tidak bermanfaat, karena banyak kaum
Muslimin yang justru mempelajari ilmu yang tidak bermanfaat, seperti
mempelajari ilmu filsafat, ilmu kalam ilmu hukum sekuler, dan lainnya.
Ketiga,
Bersungguh-sungguh dalam belajar dan selalu merasa haus ilmu, Dalam
menuntut ilmu syar’i diperlukan kesungguhan. Tidak layak para penuntut ilmu
bermalas-malasan dalam mencarinya. Kita akan mendapatkan ilmu yang bermanfaat
dengan izin Allah apabila kita bersungguh-sungguh dalam menuntutnya. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam barsabda, “
Dua orang yang rakus yang tidak pernah kenyang: yaitu (1) orang yang rakus
terhdap ilmu dan tidak pernah kenyang dengannya dan (2) orang yang rakus
terhadap dunia dan tidak pernah kenyang dengannya.” (HR. Al-Baihaqi)
Keempat,
Menjauhkan diri dari dosa dan maksiat dengan bertaqwa kepada Allah Ta’ala. Seseorang
terhalang dari ilmu yang bermanfaat disebabkan banyak melakukan dosa dan
maksiat. Sesungguhnya dosa dan maksiat dapat menghalangi ilmu yang bermanfaat,
bahkan dapat mematikan hati, merusak kehidupan dan mendatangkan siksa Allah
Ta’ala.
Kelima, Tidak boleh sombong dan tidak
boleh malu dalam menuntut ilmu. Sombong dan malu menyebabkan pelakunya tidak
akan mendapatkan ilmu selama kedua sifat itu masih ada dalam dirinya. Imam
Mujahid mengatakan,“Dua orang yang tidak belajar ilmu: orang pemalu dan orang
yang sombong” (HR. Bukhari secara muallaq).
Keenam,
Mendengarkan baik-baik pelajaran yang disampaikan ustadz, syaikh atau guru. Allah
Ta’ala berfirman, “… sebab itu
sampaikanlah berita gembira itu kepada hamba-hambaKu, (yaitu) mereka yang
mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik diantaranya. Mereka
itulah orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan merekalah orang-orang
yang mempunyai akal sehat.” (QS. Az-Zumar: 17-18)
Ketujuh, Diam
ketika pelajaran disampaikan, ketika belajar dan mengkaji ilmu syar’i tidak
boleh berbicara yang tidak bermanfaat, tanpa ada keperluan, dan tidak ada
hubungannya dengan ilmu syar’i yang disampaikan, tidak boleh ngobrol. Allah
Ta’ala berfirman, “dan apabila dibacakan
Al-Quran, maka dengarkanlah dan diamlah agar kamu mendapat rahmat.” (QS.
Al-A’raaf: 204)
Kedelapan,
Berusaha memahami ilmu syar’i yang disampaikan, kiat memahamipelajaran yang
disampaikan: mencari tempat duduk yang tepat di hadaapan guru, memperhatikan penjelasan
guru dan bacaan murid yang berpengalama. Bersungguh-sungguh untuk mengikat
(mencatat) faedah-faedah pelajaran, tidak banyak bertanya saat pelajaran
disampaikan, tidak membaca satu kitab kepada banyak guru pada waktu yang sama,
mengulang pelajaran setelah kajian selesai dan bersungguh-sungguh mengamalkan
ilmu yang telah dipelajari.
Kesembilan,
Menghafalkan ilmu syar’i yang disampaikan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,“Semoga Allah memberikan
cahaya kepada wajah orang yang mendengar perkataanku, kemudian ia memahaminya,
menghafalkannya, dan menyampaikannya. Banyak orang yang membawa fiqih kepada
orang yang lebih faham daripadanya…” (HR. At-Tirmidzi).
Dalam hadits tersebut Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa
kepada Allah Ta’ala agar Dia memberikan cahaya pada wajah orang-orang yang
mendengar, memahami, menghafal, dan mengamalkan sabda beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam. Maka kita pun diperintahkan untuk menghafal
pelajaran-pelajaran yang bersumber dari Al-Quran dan hadits-hadits Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kesepuluh,
Mengikat ilmu atau pelajaran dengan tulisan, ketika belajar, seorang penuntut
ilmu harus mencatat pelajaran, poin-poin penting, fawaa-id (faedah dan manfaat)
dari ayat, hadits dan perkataan para sahabat serta ulama, atau berbagai dalil
bagi suatu permasalahan yang dibawa kan oleh syaikh atau gurunya. Agar ilmu
yang disampaikannya tidak hilang dan terus tertancap dalam ingatannya setiap
kali ia mengulangi pelajarannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Ikatlah ilmu dengan tulisan”
(HR. Ibnu ‘Abdil Barr)
Kesebelas,
Mengamalkan ilmu syar’i yang telah dipelajari, menuntut ilmu syar’i bukanlah
tujuan akhir, tetapi sebagai pengantar kepada tujuan yang agung, yaitu adanya
rasa takut kepada Allah, merasa diawasi oleh-Nya, taqwa kepada-Nya, dan
mengamalkan tuntutan dari ilmu tersebut. Dengan demikian, barang siapa saja
yang menuntut ilmu bukan untuk diamalkan, niscaya ia diharamkan dari keberkahan
ilmu, kemuliaan, dan ganjaran pahalanya yang besar. Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Perumpamaan seorang
alim yang mengajarkan kebaikan kepada manusia, kemudian ia melupakan dirinya
(tidak mengamalkan ilmunya) adalah seperti lampu (lilin) yang menerangi
manusia, namun membakar dirinya sendiri.” (HR Ath-Thabrani)
Kedua belas,
Berusaha mendakwahkan ilmu, objek dakwah yang paling utama adalah keluarga dan
kerabat kita, Allah Ta’ala berfirman, “Wahai
orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia
perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
(QS. At-Tahriim: 6).
Hal yang harus diperhatikan oleh penuntut ilmu, apabila
dakwah mengajak manusia ke jalan Allah merupakan kedudukan yang mulia dan utama
bagi seorang hamba, maka hal itu tidak akan terlaksana kecuali dengan ilmu.
Dengan ilmu, seorang dapat berdakwah dan kepada ilmu ia berdakwah. Bahkan demi
sempurnannya dakwah, ilmu itu harus dicapai sampai batas usaha yang maksimal.
Syarat dakwah:
Aqidah yang benar, seorang yang berdakwah harus meyakini
kebenaran ‘aqidah Salaf tentang Tauhid Rububiyyah, Uluhiyyah, Asma’ dan Shifat,
serta semua yang berkaitan dengan masalah ‘aqidah dan iman. Manhajnya benar,
memahami Al-quran dan As-sunnah sesuai dengan pemahaman Salafush Shalih. Beramal
dengan benar, semata-mata ikhlas karena Allah dan ittiba’ (mengikuti) contoh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak mengadakan bid’ah, baik dalam
i’tiqad (keyakinan), perbuatan, atau perkataan.
0 Komentar