Ghibah
Dari segi
bahasa, ghibah artinya membicarakan mengenai hal negatif atau positif tentang
orang lain yang tidak ada kehadirannya di antara yang berbicara. Dari segi
istilah, ghibah berarti pembicaraan antar sesama muslim tentang muslim lainnya
dalam hal yang bersifat kejelekkan, keburukan, atau yang tidak disukai. Bedanya
dengan dusta, sesuatu yang diperbincangkan dalam ghibah memang benar adanya.
Dalil Mengenai Larangan Mengghibah
Beberapa dalil mengenai larangan berbuat ghibah dalam Al-Qur’an dan
hadist:
Dalil Al-Qur’an, Allah
SWT berfirman yang artinya;
“Hai orang-orang yang
beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka
itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan
janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah
seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah
kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (Q. S. 49 : 12).
“Dan janganlah
menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan
daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.
Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha
Penyayang.” (Q. S. Al-Hujurat : 12).
Dalil hadist, Nabi
Muhammad SAW bersabda yang artinya;
Diriwayatkan oleh Said
bin Zaid RA, Rasulullah SAW bersabda yang artinya; “Sesungguhnya riba yang
paling bahaya adalah berpanjang kalam (ucapan) dalam membicarakan (keburukan)
seorang muslim dengan (cara) yang tidak benar.” (H. R. Abu Daud).
Hadits riwayat Ahmad dari
Jabir bin Abdullah; “Kami pernah bersama Nabi tiba-tiba tercium bau busuk yang
tidak mengenakan. Kemudian Rasulullah berkata; ‘Tahukah kamu, bau apakah ini?
Ini adalah bau orang-orang yang mengghibah (menggosip) kaum mukminin.”
Ghibah yang Diperbolehkan
Dalil mengenai
larangan berbuat ghibah memang ada banyak, namun, dalam Islam ada ketentuan
dengan kondisi tertentu yang ghibah menjadi boleh untuk dilakukan. Allah SWT
berfirman yang artinya:
“Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terus
terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.”
Sedangkan Nabi Muhammad dalam sebuah hadist mengatakan; “Setiap
umatku akan dimaafkan kecuali para mujahir.
Mujahir adalah orang-orang yang menampakkan perilaku dosanya untuk
diketahui umum.” (H. R. Muslim).
Mengenai kondisi yang diperbolehkan untuk berbuat ghibah tersebut adalah
sebagai berikut:
Tadzalum
Yakni kondisi
orang yang teraniaya lalu melaporkan perbuatan tersebut kepada pihak berwajib,
ulama, atau penguasa yang kiranya dapat menangani permsalahannya. Allah SWT
berfirman yang artinya;
“Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terang
kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.”
Menceritakan tentang keburukan seseorang oleh karena orang tersebut
berbuat maksiat
Dalam hal ini,
tujuan menceritakan keburukan orang tersebut adalah agar ustadz, kiai,
psikolog, atau orang yang mampu untuk memperbaiki dan mengubah si yang
dibicarakan agar berhenti berbuat maksiat. Rasulullah SAW bersabda yang
artinya;
“Barang siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran maka hendaklah
ia merubahnya dengan tangannya, jika tidak mampu, maka dengan lisannya, dan
jika tidak mampu maka dengan hatinya.” (H. R. Muslim).
Saat meminta fatwa
Dalam sebuah
riwayat, Hindun binti Utbah (istri Abu Sofyan) pernah mengadu kepada Rasulullah
SAW dan mengatakan;
“Wahai Rasulullah SAW, suamiku adalah seorang yang bakhil. Dia
tidak memberikan padaku uang yang cukup untuk dapat memenuhi kebutuhan rumah
tangga kami, kecuali yang aku ambil dari simpanannya dan dia tidak
mengetahuinya. Apakah perbuatanku itu dosa? Rasulullah SAW menjawab, ambillah
darinya sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhanmu dan anak-anakmu dengan cara
yang baik (ma’ruf).” (H. R. Bukhari)
Untuk memberitahukan atau memperingatkan akan adanya suatu bahaya
Dalam riwayat,
Fatimah binti Qais RA hendak dipinang oleh Muawiyah dan Abu Jahm. Kemudian,
Fatimah memberitahukan hal tersebut kepada Rasulullah SAW; datang kepada
Rasulullah SAW dan beliau bersabda;
“Adapun Muawiyah, ia adalah seseorang yang sangat miskin, sedangkan
Abu Jahm, adalah seseorang yang ringan tangan (suka memukul wanita).” (H. R.
Muslim).
Boleh mengghibah orang yang berbuat maksiat
Misalnya mabuk,
berjudi, dan mencuri, dan sebagainya. Juga terhadap orang yang menunjukkan
permusuhan terhadap Islam.
Ghibah sebagai bentuk pengenalan
Contoh: ada
seseorang yang memiliki ciri khas tertentu yang cenderung lebih dikenali orang
dibandingkan nama, misal; seseorang itu adalah buta, sedangkan masyarakat lebih
mengenal kecacatannya itu dibandingkan nama. Jadi, saat mengenalkan akan si
Buta tersebut, berarti kita mengghibah Asal tujuannya tidak untuk
menjelek-jelekkan, maka boleh saja.
0 Komentar