Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)
Indonesia dengan jumlah total penduduk sebanyak 268.583.016 jiwa (data Dukcapil)
tentu memiliki kebutuhan yang beragam. Mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi.
Dimulai dengan aktivitas pagi hari ketika sarapan kita mencari bubur atau kue-kue
makanan ringan yang dijual UMKM, membeli kebutuhan pokok di warung dekat rumah,
sampai menitipkan anak di playgroup terdekat yang juga adalah UMKM.
Pelaku usaha dengan karakteristik tersebut dapat ditemukan disekitar kita baik itu
saudara, tetangga, teman atau kita sendiri. Dari namanya UMKM memang memiliki
kepanjangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), namun jangan salah si kecil
ini memiliki kontribusi yang sangat besar dan krusial bagi perekonomian kita secara
makro.
Di Indonesia Undang-Undang yang mengatur tentang UMKM adalah UU No.
20/2008, dalam UU tersebut UMKM dijelaskan sebagai: “perusahaan kecil yang dimiliki
dan dikelola oleh seseorang atau dimiliki oleh sekelompok kecil orang dengan jumlah
kekayaan dan pendapatan tertentu.”
Jumlah Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Indonesia terus bertambah setiap tahun.
Di tahun 2018, jumlah pengusaha UMKM diprediksi mencapai 58,97 juta orang. Bahkan,
angka ini diprediksi terus meningkat di tahun berikutnya seiring dengan kemajuan
teknologi dan potensi sumber daya manusia yang semakin berkembang.
Peningkatan jumlah UMKM ini membawa pengaruh yang cukup baik bagi
perekonomian di Indonesia. Mulai dari penyerapan tenaga kerja hingga peningkatan
produk domestik bruto yang cukup besar, yaitu mencapai 60,34 persen di tahun 2018.
Tak heran, pemerintah menurunkan pajak UMKM menjadi 0,5 persen, agar geliat
bisnis UMKM semakin berkembang pesat. Namun, ternyata masih banyak para pengusaha
UMKM terkendala modal usaha, strategi pemasaran, hingga akses teknologi digital.
Akibatnya, usaha mereka berjalan stagnan dan tidak mengalami kemajuan yang signifikan.
Sebagai tulang punggung ekonomi nasional, sektor UMKM memberikan kontribusi
dalam pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja dan penyerapan tenaga kerja,
pembentuk produk domestik bruto (PDB), serta sumber ekspor nonmigas.
UMKM juga memiliki fungsi sosial sebagai penyedia jaring pengaman, terutama bagi
masyarakat berpendapatan rendah supaya dapat menjalankan kegiatan ekonomi produktif.
Tak hanya pada saat kondisi ekonomi normal dan stabil, UMKM terbukti kuat saat
menghadapi krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1998 dan 2008.
Bahkan Saat ini di Masa Pandemi pun tetap eksis dan terus melakukan inovasi inovasi
agar usahanya tetap berjalan. Hanya saja Selama ini peran pelaku usaha mikro menengah
dalam menjalankan usaha masih menggunakan fungsi manajemen keluarga. Pelaku usaha
berperan sebagai manajer produksi, pemasaran, dan pengelola keuangan.
Sehingga tenaga yang di keluarkan oleh keluarga tidak termasuk dalam rangkaian
proses produksi. Ini menjadi salah satu faktor yang membuat harga produk UMKM sangat
terjangkau oleh pasar dengan tidak mengurangi kwalitas produk yang dihasilkan.
Permasalahan UMKM adalah ketika permintaan pasar mulai naik sementara kapasitas
produksi terbatas. Pelaku usaha mikro perlu belajar manajemen modern dalam rangka
menghadapi persaingan. Setiap pelaku usaha mikro ingin berkembang menjadi pelaku
usaha besar dengan sistem majamen modern.
Bagaimana pun masalah masalah yang dihadapi UMKM yang ada di Indonesia, para
pelaku usaha tidak pernah mundur dan berhenti untuk terus mengembangkan bahkan
bertahan dengan usahanya. Pemerintah dalam setiap tingkatan pun juga terus melakukan
upaya upaya agar UMKM diberikan kemudahan dalam setiap usahanya. Karena hidup dan
tonggaknya perekonomian Indonesia ada pada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah itu
sendiri.
“Yang terpenting dalam peningkatan UMKM adalah Upgade Skill dari setiap pelaku
usaha (SDM) agar terus eksis dan mampu menjawab tantangan Zaman”
0 Komentar