FUNGSI ILMU KALAM

Kasmiati 

Kajian ilmu kalam

Kalam bertujuan untuk memperoleh suatu hubungan khusus langsung dari Tuhan. Hubungan yang dimaksud mempunyai makna dengan penuh kesadaran, bahwa manusia sedang berada di hadirat Tuhan. Kesadaran tersebut akan menuju kontak komunikasi dan dialog antara ruh manusia dengan Tuhan. Hal ini melalui cara bahwa manusia perlu mengasingkan diri. Keberadaannya yang dekat dengan Tuhan akan berbentuk “Ijtihad” (bersatu) dengan Tuhan. Demikian ini menjadi inti persoalan “Sofisme” baik pada agama islam maupun di luarnya.

Dengan pemikiran di atas, dapat dipahami bahwa “kalam” adalah suatu ilmu yang mempelajari suatu cara, bagaimana seseorang dapat mudah berada di hadirat Allah SWT (Tuhan). Maka gerakan “kejiwaan” perlu dirasakan guna memikirkan betul suatu hakikat kontak hubung yang mampu menelaah informasi dari Tuhannya.

Objek kajian ilmu kalam adalah ketuhanan dan segala sesuatu yang berkaitan dengan-Nya. Ilmu kalam merupakan disiplin ilmu keislaman yang mengedepankan pembicaraan tentang kalam Tuhan. Persoalan-persoalan kalam ini biasanya mengarah pada perbincangan yang mendalam dengan dasar-dasar argumentasi, baik rasional (aqliyah) maupun naqliyah. Argumentasi rasional yang dimaksudkan adalah landasan pemahaman yang cenderung menggunakan metode berfikir filosofis, sedangkan argumentasi naqliyah biasanya bertendensi berupa dalil-dalil Qur’an dan Hadis. Pada ilmu kalam ditemukan pembahasan iman dan definisinya, kekufuran dan manifestasinya, serta kemunafikan dan batasannya.

 Fungsi ilmu kalam  

Fungsi ilmu kalam,  sebagai ilmu yang mengajak orang yang baru mengenal rasio sebagai upaya mengenal Tuhan secara rasional. Ilmu kalam pun berfungsi sebagai pengendali ilmu tasawuf. Oleh karena itu jika ada suatu aliran yang bertentangan dengan suatau akidah, atau lahir suatu kepercayaan baru yang bertentangan denngan Al-Qur’an dan As-Sunah, hal itu merupakan penyimpangan  atau penyelewengan. 

Ilmu kalam masa kini

Ajaran Islam, yang kristalnya berupa Al-qur’an dan sunnah Nabi, diyakini oleh umat Islam dapat mengantisipasi segala kemungkinan yang diproduksi oleh kurun zaman. Islam itu satu. Tetapi realita berbicara bahwa tampilan Islam itu beragam, boleh jadi, karena lokasi penampilannya mempunyai budaya yang beragam, tetapi boleh jadi juga, kurun jaman telah membawa budaya dan teknologi yang berbeda-beda. Misalnya, ada komunitas yang senang menampilkan Islam dengan pemerintahan kerajaan, ada pula yang senang pemerintahan republic. Bahkan, ada yang ingin kembali ke pemerintah bentuk khilafah Ada yang terikat dengan teks Al-Qur’an dan Hadis dalam memahami ajaran Islam, ada pula yang longgar, melihat konteks nash tersebut.

“Islam dan Moderenitas” dalam wacana pemikiran islam modern dan kontemporer tampak telah menjadi celebrity of discouruse. Hal tersebut, sebagaimana dijelaskan al-Jabiri, setidaknya didasarkan pada realitas sosio-historis bahwasanya wacana Islam modern dan kontemporer senantiasa diwarnai dengan pemikiran-pemikran dalam rangka memberikan solusi intelektual strategi terhadap realitas Islam dan realisasinya dengan perkembangan masyarakat yang semakin termodernisasi. Kalaw kita meminjam analisa montgomery watt dalam Islamic Fundamentalism and Modernity, pergulatan pemikiran Islam tersebut tidak lain adalah dalam kerangka menjawab bagaimana Islam harus membangun citra dirinya (self image of Islam) ditengah realitas dunia modern. Realitas ini yang kemudian menjadi proyek besar para pemikir Islam untuk merumuskan dan memberikan solusi intelektual terhadap permasalahan tersebut dan pada gilirannya memunculkan realitas tipolis dalam wacana pemikiran islam.Pengusungan wacana moderenisme dalam ranah pemikiran Islam telah berpengaruh dalam bangunan Islam kontemporer, dan setidaknya terdapat beberapa hal mendasar yang dapat kita pahami dalam konteks relasi pemikiran Islam dan moderenitas.

Pertama, munculnya kesadaran untuk mempertautkan secara sinergis kritis antara turas dan moderenitas.

Kedua, realitas proyek-proyek peradaban (masyru’ nahdawi) yang dirancang para pemikir Islam kontemporer, dalam konteks metodologi, menunjukkan pengungsungan nalar-nalar postmoderenisme dalam kerangka Islam adalah sebuah keniscayaan. Metode historis kritis ataupun metode dekonstruksi yang disodorkan para pemikir postmodernisme baik dari kubu historis, antropologis, sosiologis, psikologis maupun linguistik, mesti diadopsi dan diaplikasikan dalam rekaveri pemikiran islam ke depan.

Ketiga, realitas pengusungan wacana kesejarahan, sosial dan kemanusiaan dalam konteks pemikiran Islam. Pemikiran Islam belum beranjak dari realitas mental abad pertengahan, demikian kata Arkoun, sehingga wacana yang di kedepankan dari realitas kesejarahan, sosial dan kemanusiaan.

Fungsi ilmu kalam pada masa kini

 Fungsi Kajian Ilmu Kalam pada Masa Kini” yaitu untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.

Sudah dari awal semula ilmu kalam (tasawuf) bertujuan untuk mendekatkan diri kepada tuhan (taqarrub ila Allah). Tetapi, ini juga sekaligus menunjukkan betapa kita pada saat ini masih jauh dari-Nya, karena kita sekarang ini hidup di perantauan jauh dari asal dan tempat kembali kita yang sejati. Telah begitu jauh kita mengarungi “dunia” ini, sehingga kita lupa akan asal kita beranjak.Ilmu kalam (tasawuf) bukan hanya menyadarkan kita akan keterpisahan dari sumber dan tempat kembali (kampung halaman) kita yang sejati ini.

Dapatkah ilmu kalam (tasawuf) memberi petunjuk arah bagi manusia modern yang telah mengalami disorientasi.? Jawabannya, mungkin saja. ketika manusia modern telah kehilangan identitas dirinya, maka ilmu kalam (tasawuf) dapat memberikan pengertian yang lebih komperhensif tentang siapa manusia itu sesungguhnya. Dari ajaran para sufi misalnya, kita jadi paham betapa manusia itu bukan hanya makhluk fisik, tetapi juga makhluk spiritual yang memiliki asal-usul spiritualnya kepada tuhan. Dengan menyadari betapa manusia itu juga adalah makhluk spiritual, disamping fisiknya, maka lebih memungkinkan kita akan bertindak lebih bijak dan seimbang dalam memperlakukan diri kita.


Posting Komentar

0 Komentar