M. EFENDI
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
PROGRAM PASCA SARJANA (S2) UIN
SULTAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
Kondisi dan situasi kerjaan-kerjaan di indonesia
Sesudah kedatangan islam
Cikal bakal kekuasaan Islam telah dirintis
pada periode abad 1-5 H/7-8 M, tetapi semuanya tenggelam dalam hegemoni maritim
Sriwijaya yang berpusat di Palembang dan kerajaan Hindu-Jawa seperti Singasari
dan Majapahit di Jawa Timur. Pada periode ini pada pedagang dan Mubaligh Muslim
membentuk komunitas-komunitas Islam. Mereka memperkenalkan Islam yang
mengajarkan toleransi dan persamaan derajat di antara sesama, sementara ajaran
Hindu-Jawa menekankan perbedaan derajat manusia. Ajaran Islam ini sangat menarik
perhatian penduduk setempat. Karena itu, Islam tersebar di kepulauan Indonesia
terhitung cepat, meski dengan damai.
Masuknya Islam di daerah-daerah di Indonesia
tidak dalam waktu yang bersamaan. Di samping itu, keadaan politik dan sosial
budaya daerah-daerah ketika didatangi Islam juga berlainan. Pada abad ke 7-10
M, kerajaan Sriwijaya meluaskan kekuasaannya ke daerah semenanjung Malaka
sampai Kedah. Hal ini erat hubungannya dengan usaha penguasaan Selat Malaka
yang merupakan kunci bagi pelayaran ke daerah itu sama sekali belum
memperlihatkan dampak-dampak politik, karena mereka datang memang hanya untuk
pelayaran dan perdagangan.
Keterlibatan orang-orang Islam dalam politik
baru terlihat pada abad 9 M, ketika mereka terlibat dalam pemberontakan
petani-petani Cina terhadap kekuasaan T’ang pada masa pemerintahan Kaisar
Hi-Tsung (878-889 M). Akibat pemberontakan itu, kaum Muslimin banyak yang
dibunuh. Sebagian lainnya lari ke Kedah, wilayah yang masuk kekuasaan
Sriwijaya, bahkan ada yang di Palembang dan membuat perkampungan Muslim di sini
(:Uka Tjandrasasmita, Sejarah Nasional Indonesia III [Jakarta: PN Balai
Pustaka, 1984 hal. 2). Kerajaan Sriwijaya pada waktu itu memang melindungi
orang-orang Muslim di wilayah kekuasannya.
Kemajuan politik dan ekonomi Sriwijaya
berlangsung sampai abad 12 M. Pada akhir abad ke 12 M, kerajaan ini mulai
memasuki masa kemundurannya. Untuk mempertahankan posisi ekonominya, kerajaan
Sriwijaya membuat peraturan cukai yang lebih berat bagi kapal-kapal dagang yang
singgah ke pelabuhan-pelabuhannya. Akan tetapi usaha ini tidak mendatangkan
keuntungan bagi kerajaan, bahkan sebaliknya karena kapal-kapal dagang asing
seringkali menyingkir. Kemunnduran ekonomi ini membawa dampak terhadap
perkembangan politik.
Kemunduran politik dan ekonomi Sriwijaya
dipercepat oleh usaha-usaha kerjaan Singosari yang sedang bangkit di Jawa.
Kerjaan Jawa ini melakukan ekspansi Pamalayu tahun 1275 M dan berhasil
mengalahkan kerajaan Melayu di Sumatera. Keadaan ini mendorong daerah-daerah di
Selat Malaka yang dikuasai kerajaan-kerajaan Sriwijaya melepaskan diri dari
kekuasaan kerajaan tersebut.
Kelemahan Sriwijaya dimanfaatkan pula oleh
pedagang-pedagang Muslim untuk mendapatkan keuntungan di bidang politik dan
pedagangan. Mereka mendukung daerah-daerah yang muncul dan daerah yang
menyatakan diri sebagai daerah yang bercorak Islam, yaitu kerjaan Samudera
Pasai di pesisir Timur Laut Aceh. Daerah ini sudah disinggahi pedagang-pedagang
Muslim sejak abad ke 7 dan ke 8 M. Proses Islamisasi tentu berjala di sana
sejak abad tersebut. Kerajaan Samudera Pasai dengan segera berkembang baik
dalam bidang politik maupun perdagangan.
Karena kekacauan-kekacauan dalam negeri
sendiri akibat perebutan kekuasaan di istana, Kerajaan Singasari, juga
pelanjutnya: Majapahit, tidak mampu mengontrol daerah Melayu dan Selat Malaka
dengan baik, sehingga kerajaan Samudera Pasai dan Malaka dapat berkembang dan
mencapai puncak kekuasaannya hingga abad ke 16 M.
Di kerajaan Majapahit, ketika Hayam Wuruk
dengan Patih Gajah Mada masih berkuasa, situasi politik pusat kerajaan memang
tenang, sehingga banyak daerah di kepulauan Nusantara mengakui berada di bawah
perlindungannya. Tetapi sejak Gajah Mada meninggal dunia (1364 M) dan disusul
Hayam Wuruk (1389 M), situasi Majapahit kembali mengalami kegoncangan.
Perebutan kekuasaan antara Wikramawhardana dan Bhre Wirabumi berlangsung lebih
dari sepuluh tahun. Setelah Bhre Wirabumi meninggal, perebutan kekuasaan di
kalangan istana kembali muncul dan berlarut-larut.
Pada tahun 1468 M Majapahit diserang
Girindrawardhana dari Kediri. Sejak itu, kebesaran Majapahit dapat dikatakan
sudah habis. Tom Pires (1512-1515 M), dalam tulisannya “Suma Oriental”, tidak
lagi menyebut-nyebut nama Majapahit. Kelemahan-kelemahan yang semakin lama
semakin memuncak akhirnya menyebabkan keruntuhannya.
0 Komentar