C.    Metode dan Corak Penafsiran Tafsir Ibnu Katsir

Selayaknya terlebih dahulu kita mengkaji metode ibnu katsir dalam menafsirkan Al-quran, sebab metodenya merupakan sekian diantara metode ideal yang banyak digunakan dalam bidang tafsir.

Menurutnya, metode yang paling tepat dalam menafsirkan Al-quran adalah:

a)      Tafsir Al-quran terhadap Al-quran sendiri. sebab banyak didapati kondisi umum dalam ayat tertentu kemudian dijelaskan detail oleh ayat lain.

b)      Alternantif kedua ketika tidak dijumpai ayat lain yang menjelaskan, mufassir harus menelisik sunnah yang merupakan penjelas Al-quran. bahkan imam syafi'i seperti ditulis ibnu katsir mengungkapkan, "setiap hukum yang ditetapkan rasulullah merupakn hasil pemahamannya terhadap Al-quran.

c)      Selanjutnya jika tidak didapati tafsir baik dalam Al-quran dan Hadis, kondisi ini menuntut kita untuk merujuk kepada referensi sahabat. sebab mereka lebih mengetahuikarena menyaksikan langsung kondisi dan latar belakang penurunan ayat. disamping pemahaman, keilmuan dan amal shaleh mereka lebih khusus, kalangan ulama dan tokoh besar sahabat seumpama empat khalifah yang bijak, Abdullah bin mas'ud, Abdullah bin abbas, sepupu nabi sekaligus penerjemah Al-quran.

d)     Referensi tabi'in kemudian menjadi alternatif selanjutnya ketika tidak ditemukan tafsir dalam Al-quran, hadis dan referensi sahabt. sahabat-sahabat yang terkenal adalah Mujahid bin jabr. kemudian Sa'id bin jabir, 'ikrimah, Sahaya ibn abbas, Atha' bin abi rabbah, Hasan al-basri, Masruq bin al ajda', Sa'id bin Al-musayyab, Abi al'aliyah, Rabi', bin anas, Dhahhak bin muzahim, tabi'in lain dan pengikut tabi'in yang kerap menjadi rujukan dalam tafsir.[1]

Ketika menyoal tafsir bi al-ra'yi (bersumber dari pendapat) ibnu katsir menyebutkan, "tentang tafsir bi al-ra'yi, kalangan salaf cenderung melarang mereka yang tidak memiliki dasar pengetahuan tentang tafsir untuk menafsirkan Al-quran. berbeda dengan mereka yangmenguasai ilmu bahasa dan syariat yang mendapat legalitas dari kalangan salaf untuk melakukan penafsiran". pendapat ini jelas merupakan pendapat yang tepat. bahwa mereka yang menguasai perangkat bahasa dan syariat sah-sah saja untuk berbincang pasal Tafsir bi al-ra'yi.

Metode ini ditetapkan oleh ibnu katsir dalam tafsirnya. hingga kemudian memposisikan tafsir ibnu katsir sebagai salah satu diantara sekian tafsir terbaik yang menjadi rujukan para pakar keilmuan dan  generasi setelahnya pula banyak mengadopsi ide-ide ibnu katsir.

Anda dapat mencermati bagaimana ibnu katsir menafsirkan Al-quran dalam contoh berikut. firman Allah QS. Al baqarah:254 ,

يآيّها الّذين ءامنوآ انفقوا ممّا رزقنكم مّن قبل ان يأتى يوم لاّ بيع فيه ولا خلّة ولا شفعة والكفرون هم الظّلمون.

Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah ( di jalan Allah) sebagian dari rezeki yang telah kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi syafaat . Dan orang-orang kafir itulah orang yang dzalim.”

Allah memerintahkan hamba-hamba-Nya menginfakan sebagian rezeki yang dianugrahi Allah dijalan kebaikan, sebagai pebendaharaan pahala disisi Tuhan yang memiliki mereka. Merupakan anjuran agar mereka segera menginfakan hartanya semasa didunia.

sebelum datang hari”, yaitu hari kiamat.

Yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi persahabatn yang akrab dan tidak ada lagi syafaat.” Tidak seorang pun yang menjual diri dan menggadaikan harta meski ia memiliki emas seluas dunia . tidak ada lagi koneksi bahkan hubungan kekerabatan. Firman Allah Subhanallahu Ta’ala:

فاذ نفخ في الصّور فلا أنساب بينهم يومئذ ولا يتساءلون.

apabila sangkakala ditiup maka tidak ada lagi pertalian nasab diantara mereka pada hari itu, dan tidak ada pula mereka saling bertanya.” ( QS. Al mukminun: 101)

dan tidak ada lagi syafaat”. Pertolongan mereka yang menolong sama sekali tidak berarti.

Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim”. Merupakan bentuk pembatasan mubtada pada khabarnya. Bahwa tidak ada seorang zalim yang paling zalim dari siapa yang mendapat label kafir dari Allah pada hari itu. Ibnu abi Hatim meriwayatkan  pernyataan atha bin Dinar . “ segala puji bagi Allah yang berfirman, “Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim”. Dan bukan “ Dan orang-orang zalim itulah orang-orang yang kafir”.

Firman Allah Subhanallahu Ta’ala:

ولقد أهلقنا ما حولكم من القرى وصرّفىا الايات لعلّهم يرجعون.

dan sesungguhnya kami telahا membinasakan negeri-negeri diskeitarmu ( QS Al ahqaf:27). Yang dimaksud ayat tersebut adalah penduduk mekkah. Allah telah membinadakan umat-umat yang mendustakan rasul yang menghuni sekitar mekkah. Semisal ‘Ad yang mendiami Ahqaf di hadramaut, Yaman. Tsamud yang tempat tingal mereka  terletak diantara syam . selanjutnay Saba yang adalah penduduk yaman . kemudian wilayah madyan yang kerap mereka lintasi menuju ghazzah. Demikian dengan danau kaum luth.

Pada contoh diatas terlihat jelas bahwa ibnu katsir menafsirkan ayat al quran dengan menggunakan ayat qur’an lainnya. Adapun corak penafsiran yang digunakan oleh ibnu katsir ialah dominannya menggunakan corak fiqh, namun disini beliau tidak berlarut larut dalam persoalan fiqh sebagaimana para mufassir lain.



                [1]Mani' abdul halim mahmud. Metodologi tafsir, Rajawali pers, Jakarta, 2006, hlm.60-61

Posting Komentar

0 Komentar