Tafsir Al-Isyari
Tafsir Isyari adalah tafsir yang mentakwilkan ayat tidak menurut zahirnya namun disertai usaha menggabungkan antara yang zahir dan tersembunyi.
Manna Khalil al-Qattan menyatakan bahwa setiap ayat mempunyai makna zahir dan makna batin ( tersembunyi). Makna zahir ialah segala sesuatu yang segera mudah dipahami akal pikiran sebelum lainnya, sedangkan makna batin adalah isyarat-isyarat tersembunyi dibalik itu hanya Nampak dan diketahui maknanya oleh para ahli tertentu (ahli suluk).
Tafsir Insyari sebagai” penafsiran al-quran yang berlainan menurut zahir ayat karena adanya petunjuk-petunjuk yang tersirat dan hanya diketahui oleh sebagai ulama, atau hanya di ketahui oleh orang yang mengenal Allah yaitu orang yang berpribadi luhur dan telah terlatih jiwanya (mujahada)” dan mereka yang diberi sinar olh Allah sehingga dapat menjangkau rahasia-rahasia Al-quran, pikirannya penuh dengan arti-arti yang dalam dengan perantaraan ilham ilahi atau pertolongan Alllah, sehingga mereka bisa mengabungkan antara pengertian yang tersirat dengan maksud yang tersurat dari ayat Al-quran tafsir Al-insyari desebut juga tafsir shufi, yaitu penafsiran Al-quran dengan melibatkan kapasitas sufistik atau tasauf, mencoba memahami ayat-ayat dengan mengubgkapkan makna isyarat dibalik makna zahir ayat.
Dengan kata lain tafsir al-isyari adalah suatu tafsir dimana mufasir berpendapat dengsn makna lain tidak sebagai yang tersurat dalam Al-quran, tetapi penafsiran tersebut tidak diketahui oleh setiap isan kecuali mereka yang hatinya telah dibukakan dan disinari olehh Allah, yakni orang-orang yang shaleh yaitu mereka yang telah di karuniai pemahaman dengan pengertian dari Allah. (Al-rasikhun).
Pendapat ulama mengenai tafsir Al-isyari
Terjadi perbedaan pendapat mengenai feenomena tafsir sufi isyari. Berikut pendapat para ulama yang mendukung tafsir isyari. Diantaranya
As-suyuti menjelaskan berdasaarkan riwayat dari atho, bahwa tafsir dari kelompok ini(sufi isyari) mengenai kalamullah dan sabda nabi Muhammad dengan makna bahasa arabnya tidak seluruhnya menyimpang dari makna eksternalnya, tetapi makna eksternal ayat-ayat biasanya dapat dipahami. Kareana itu, tidak dapat menghalangi seseorang menerima ayat-ayat dari para ulama ini
. Al-tafzani dalam syarah al-‘akaid membandingkan antara penafsiran bathinia dengan arbat as-suluk dalam memahami kandungan Al-quran.kaum bathinia berpendapat bahwa nash-nash al-quran tidaklah dimaknai secara lahir tetapi mepunyai makna lain yang hanya diketahui oleh guru spiritual. Sedangkan kaum arbab al-suluk berpendapat bahwa nas-nas all-quran tetap pada lahirnya, namun bersamanya memuat isyarat yang samar terhadap sesuatu yang hanya dibukakan untuk orang-orang suluk, yang didalamanya terjadi kecocokan antara isyarat itu dengan lahirnya nas yang di khendaki. Pendapat kaum arbab al-suluk ini bisa diterima, karena tidak meniadakana makna lahir suatu ayat.
Kitab-kitab tafsir isyari
Tafsir al-tastury atau tafsir al-quran al-‘azim karya abu Muhammad sahal ibnu Abdullah al-tastury. Tafsir ini tidak lengkap mengupas seluruh ayat-ayat al-quran meskipun lengkap menyebutkan surat-surat al-quran, tafsir ini telah menempuh jalan sufi dan disesuaikan dengan ahli zahir.
Ghara’ib al-quan wa raghaib al-furqan atau tafsir al-naisaburi. Karya nizhamuddin al-hasan Muhammad al-naisaburi. Tafsir ini memperoleh keistimewaan dengan mudah ungkapan bahsanya dan mentahtikkan sesuatu yang perlu ditahkki. Tafsir ini mashyur dan tercetak ditepian tafsir ibnu jarir.
Tafsir al-alusi ( tafsir ruhul ma’ani) karya syhabuddin al-shaid muhammad al-alusi al-baghadi. Tafsir ini termasuk tafsir yang besar, luas dan lengkap, disitu di sebutkan riwayat-riwayat salaf disamping pendapat-pendapat ulama khalaf yang diterima.
Tafsir ibnu’arabi karya Abdullah Muhammad ibnu ahamad ibnu Abdullah muhyiddin ibnu’arabi dijuluki dengan syeikh akbar
Haqaiqut tafsir karya abu abbdir rahaman Muhammad bi Husain bin musa, al-azdi al-silmi. Tafsir ini tertulis dalam satu jilik besar. Dan mengupas seluruh surat ayat-ayatnya. Tafsir ini mendasarkan pasa isyarah, meskipun ia sendiri tidak menentang dhohir al-quran. Hanya saja ia membatasi tafsirnya pada isyarah sehingga mengandung celaan dari para ulama tafsir.
Tafsir al-raisul bayan fi haqaiqul quran, karaya abu Muhammad ruzbihan bin abi al-nhas al-syairazi.
0 Komentar