TAFSIR AL-MA’TSUR
Tafsir bil ma’tsur secara bahasa adalah berasal dari kata atsara artinya bekas. Dan tafsir bil mat’sur disebut juga tafsir bir riwayah karena berdasarkan riwayat-riwayat yaitu Al-Quran dan Hadits dan selainnya. Tafsir bil ma’tsur disebut juga tafsir bi naqli, karena riwayatnya berdasarkan pemindahan dari satu orang ke orang lain atau sesuatu yang ditransferkan.
Sedangkan menurut istilah para ulama mendefinisikan tafsir bil matsur diantaranya, menurut Manna’ Al-Qaththan, tafsir bil ma’tsur adalah tafsir yang berdasarkan kutipan-kutipan yang shahih yaitu menafsirkan Al-Qur’an dengan Al-Qur’an, Al-Qur’an dengan Hadits Nabi yang berfungsi untuk menjelaskan Kitab Allah, dan juga dengan perkataan sahabat karena merekalah yang lebih mengetahui Kitab Allah atau dengan apa yang dikatakan tokoh-tokoh besar tabi’in karena pada umumnya mereka menerimanya dari para sahabat. Tafsir al-ma’tsur mempunyai ciri-ciri, berikut diantara ciri-ciri nya ialah :
Tafsir Al-Quran dengan Al-Qur’an
Tafsir Al-Qur’an dengan Al-Qur’an adalah satu ayat, kata atau huruf dalam Al-Qur’an ditafsirkan dengan ayat yang lainnya. Contoh nya dalam Firman Allah Q.S.Ath-Thariq:1 yaitu sebagai berikut :
وَٱلسَّمَآءِ وَٱلطَّارِقِ (١)
“Demi langit dan yang datang pada malam hari” (QS. Ath-Thariq: 1)
Kata Ath-Thariq dijelaskan dengan firman-Nya lebih lanjut pada surat itu pula ayat 3 :
ٱلنَّجۡمُ ٱلثَّاقِبُ (٣)
“(yaitu) binatang yang cahayanya menembus” (QS. Ath-Thariq: 3)
Tafsir Al-Qur’an dengan Hadits Nabi SAW
Tafsir Al-Qur’an dengan Hadits Nabi SAW adalah satu ayat, kata atau huruf dalam Al-Qur’an ditafsirkan dengan hadits Nabi. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan Muslim dari Uqbah bin ‘Amir berkata : “Saya mendengar Rasulullah berkhutbah diatas mimbar membaca Firman Allah :
وَأَعِدُّواْ لَهُم مَّا اسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ
Artinya:“Dan persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka dengan kekuatan yang kamu miliki...”
kemudian Rasulullah bersabda :
ألا إن القوة الرمي
“Ketahuilah bahwa kekuatan itu pada memanah”.
Tafsir Al-Qur’an dengan Perkataan Sahabat
Tafsir Al-Qur’an dengan perkataan sahabat adalah suatu ayat, kata atau huruf dalam Al-Qur’an ditafsirkan dengan perkataan sahabat. Karena para sahabatlah yang dekat dan bersama atau berkumpul dengan Nabi SAW. Dan mereka mengambil dari sumbernya yang asli dan telah menyaksilan turunnya Al-Quran, serta mengetahui asbabaun nuzul. Contohnya dalam penggunaan “aqwalush shahabah” dalam menafsirkan Al-Qur’an atau berkata Ibnu Abbas atau sahabat yang lainnya. Untuk melihat contohnya dapat diamati tafsir Ibn Jarir Ath-Thabari atau kitab tafsir yang lainnya yang menggunakan tafsirnya dengan perkataan sahabat. Contoh penafsiran ini tidak banyak ditemukan. Tafsir pada masa sahabat yang terkenal ibnu abbas sedangkan pada masa tabiin 3 sekolah atau 3 tempat.
Tafsir bil Matsur juga dengan Menggunakan Riwayat Israiliyat
Riwayat israiliyat adalah riwayat-riwayat yang berasal dari Ahli Kitab yaitu Nasrani daan Yahudi yang menjelaskan ayat Al-Qur’an. Ketika Ahli kitab masuk Islam, mereka membawa pula pengetahuan keagaamaan mereka berupa cerita-cerita dan kisah-kisah keagaamaan Saat mereka membaca kisah-kisah dalam Al-Quran terkadang mereka paparkan rincian kisah tersebut yang terdapat dalam kitab-kitab mereka. Ketika mereka membaca ayat Al-Quran dan ketika ayat Al-Quran itu menyinggung kisah yang sama, mereka pun memberikan komentar berdasarkan apa yang pernah mereka baca dari kitab-kitab mereka sebelumnya.
Menurut pandangan ulama mengenai tafsir al ma'tsur dalam catatan al-Suyuthi berasal dari Ibnu Taimiyah, dan dipopulerkan oleh al-Zarqani yang notabene termasuk ulama’ kontemporer. Al-Zarqani adalah orang yang pertama menyebutkan bahwa tafsir bi al-ma’tsur adalah penafsiran al-Qur’an dengan al-Qur’an, atau hadits atau pendapat shahabat atau tabi’in. Jika diartikan sebagai kompilasi penafsiran Nabi, shahabat dan tabi’in, maka riwayat menjalankan fungsi interpretatif. Riwayat-riwayat yang berasal dari Nabi, shahabat dan tabi’in secara langsung menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an. Riwayat tersebut langsung menjelaskan bahwa maksud ayat “ini” adalah “begini”. Oleh karena itu, ruh dari tafsir bil ma’tsur yang semacam adalah naql (penukilan riwayat). Dengan demikian, maka penulis kitab tafsir hanya menulis tafsir dengan menukil riwayat Nabi, Shahabat atau tabi’in dalam menafsirkan ayat al-Qur’an, bukan sebagai penafsir. Definisi semacam inilah yang dipegang oleh al-Suyuthi.
Tafsir bi al-ma’tsur ini menurut Quraisy Syihab menekankan pentingnya bahasa dalam memahami Al-Qur’an, kemudian memaparkan ketelitian redaksi ayat ketika menyampaikan pesan-pesannya, dan mengikat mufassir dalam bingkai teks ayat-ayat, sehingga membatasinya terjerumus dalam subjektivitas yang berlebihan. Selain itu juga menurut Rasyid Ridha dalam tafsirnya mengatakan bahwa metode dengan tafsir bi al-ma’tsur ini apabila ditinjau dari sudut informasi kesejarahannya yang luas, serta objektivitas mereka dalam menguraikan riwayat itu, sampai-sampai ada di antara yang menyampaikan riwayat-riwayat tanpa melakukan penyeleksian yang ketat. Imam Ahmad menilai tafsir ini, seperti periwayatan tentang peperangan dan kepahlawanan, kesemuanya tidak mempunyai dasar yang kokoh.
Wallahu a'lam bisshowaab
0 Komentar