ILMU RASMIL QURANIYYI | Siti Kholifah

Nama : Siti Kholifah
NIM : 602201010029
Kelas : 2 A
Prodi : Manajemen Pendidikan Islam

ILMUR RASMIL QURANIYYI
( Ilmu Cara-cara Menulis Lafadh-lafadh Al-Qur’an)

       Dasar-dasar ilmu rasmil qur’an berawal dari Panitia Negara yang terdiri dari 4 orang (Lajnah Ruba’iyah) yang diperintahkan untuk menyalin beberapa mushhaf yang akan dikirim ke kota-kota besar di masa Usman menempuh suatu sistim tertentu yang disetujui oleh Khalifah dalam menulis kalimat-kalimat Al-Qur’an dan Harf-harfnya. Thariqah ini telah di istilahkan oleh para Ulama dengan nama rasmul mushaf. Sering kali rasam ini dinisbahkan kepada Khalifah yang telah menyetujuinya. Mereka mengatakan rasam Usman atau Rasam Usmany.
       Rasam ini diberi kedudukan yang tinggi, adalah karena Khalifah yang telah menyetujuinya dan menetapkan pelaksanannya. Khalifah yang gugur sebagai seorang syahid dalam keadaan sedang membaca kitabullah dengan khusyu’nya. Hal ini menerangkan kepada kita sebab timbul kepercayaan masyarakat bahwa segala mushaf yang ditulis yang telah lama masanya kemudian ditemukan, tentulah mushaf Usman atau salah satu dari mushafnya. Bahkan ada yang berpendapat bahwa itulah mushaf yang terdapat tetesan darah Khalifah yang syahid itu. Bahkan mengatakan bahwa Rasam Usmany, adalah rasam tauqify yang diletakkan cara penulisannya oleh Nabi sendiri. Mereka menisbahkannya kepada Nabi, padahal Nabi seorang yang ummy tidak pandai menulis, adalah karena Nabi berkata kepada Mu’awiyah, seorang penulis wahyu: ” letakkan dawat, tahrifkan kalam, nasabkan ba, ceraikan sin, dan jangan engkau menjelekkan mim, tuliskan dengan sebaik-baiknya lafadh Allah, panjangkan Ar-Rahman, baikkan tulisan Ar-Rahim, letakkan kalam di telinga engkau yang kiri yang demikian itu lebih dapat memberi ingatan kepada engkau”. 
        Ibnul Mubarak yang telah menunaikan dalam kitabnya Al-Ibriz dari gurunya Abdul Aziz ad Dabbagh, berkata: “Sahabat ataupun orang lain tidak turut campur tangan walaupun sedikit, dalam menentukan cara penulisan Al-Qur’an dan menetapkan tulisan yang dipakai untuk itu. Hal itu adalah semata-mata menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh Nabi sendiri. Beliaulah yang menyuruh para sahabat menulisnya dalam bentuk yang terkenal ini, dengan menambah alif, menguranginya, karena ada rahasia-rahasia yang tidak dapat di capai oleh akal. Itu adalah suatu rahasia dari rahasia yang Allah khususkan untuk kitabnya ini, yang tidak diberikan kepada kitab-kitab yang lain. Sebagimana nadham Al-Qur’an mu’jiz, maka rasamnya pun mu’jiz. Itu semua adalah karena rahasia ketuhanan dan maksud-masud ke Nabian. Hal itu tidak diketahui oleh manusia, karena dia adalah rahasia-rahasia batin yang hanya diketahui dengan limpahan tuhan semata, sama dengan lafadh-lafadh dan haraf-haraf potongan di permulaan surat. Baginya adalah rahasia-rahasia yang besar dan makna-makna yang banyak.
        Cara–cara menulis Al-Qur’an menurut Ahmad ibn Hanbal: “Haram menyalahi tulisan mushaf Usman, baik pada waw, alif, ya atau yang selainnya.” Di dalam fikih Hanafiah terdapat pendapat-pendapat yang serupa ini namun demikian tida ada seorang pun yang mengatakan bahwa rasa mini tauqifidan mengandung rahasia azali. Mereka mengharuskan kita mengikuti rasam itu adalah untuk memelihara persatuan, supaya tetap berpegang kepada satu syi’ar dan satu istilah. Karena yang membuat dustur adalah Usman, sedang yang melakasanakannya adalah Zaid ibn Tsabit seorang penulis wahyu dan seorang kepercayaan rasul. 
        Diantara yang berkata demikian adalah Abu Bakar al Baqilany dalam kitabnya Al- Intisar Rasulullah tidak menerangkan kepada para penulis cara yang harus di tempuh dalam menulis mushaf dan tidak pula melarang seorang menulisnya. Oleh karena itu berbeda-beda cara menulisnya, oleh Karena itu berbeda-beda tulisan mushaf. Ada diantara mereka orang yang menulis kalimat menurut Makhraj lafadh, ada yang menambah dan mengurangi, karena dia mengetahui bahwa yang demikian itu adalah istilah. Karena itu boleh ditulis dengan huruf-huruf kufah atau khath pertama dan boleh dijadikan lam, berupa kaf dan dibengkokkan alif, dan boleh pula ditulis dengan khath dan hija yang baru. Sebabnya yang demikian ini ialah, khath-khath hanyalah tanda dan rasam yang merupakan isyarat dan rumus. Maka setiap rasam yang menunjukkan kepada kalimat yang memudahkan kita membacanya dengan baik, dapatlah dibenarkannya. 

Posting Komentar

0 Komentar