KEDUDUKAN HUKUM TRANSFUSI DARAH

 Nama : Nurhalimah

Nim.   : 603201010032

Prodi  : ilmu Al-Qur'an dan Tafsir  kelas B


KEDUDUKAN HUKUM TRANSFUSI DARAH




1. Ayat-ayat Al-Qur'an:

Sebagaimana disebutkan di atas bahwa transfusi ada kaitan- nya dengan masalah fighiyah. Setiap muslim wajib menyelamatkan nyawanya, baik dengan berbagai macam cara pengobatan, dan jenis obat-obatan. Bahkan, boleh mengunakan barang yang diharamkan sebagai obat apabıla sangat dıperlukan. Begitu juga boleh memakan makanan atau minuman yang diharamkan dalam kondisi darurat. Dalam Islam, menyelamatkan nyawa, tidak hanya berkaitan dengan pengobatan, tetapi juga dengan memelihara kestabilan tubuh agar tidak kekurangan makanan dan minuman yang tentunya berkatan dengan kestabılan peredaran darah. Dalam Al-Qur'an banyak penjelasan tentang hal ini, antara lain terdapat dalam Surah al-Baqarah/2: 173, al-Maidah/5:

3, al-An'ām/6: 119 dan 145, dan an-Nahl/16: 115 


اِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْکُمُ الْمَيْتَةَ وَا لدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيْرِ وَمَاۤ اُهِلَّ بِهٖ لِغَيْرِ اللّٰهِ ۚ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَا غٍ وَّلَا عَا دٍ فَلَاۤ اِثْمَ عَلَيْهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

"Sesungguhnya Dia hanya mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah. Tetapi barang siapa terpaksa (memakannya), bukan karena menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (QS. Al-Baqarah:173)


Sementara itu, dalam surat Al-Ma'idah : 3, disebutkan 


حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَا لدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيْرِ وَمَاۤ اُهِلَّ لِغَيْرِ اللّٰهِ بِهٖ وَا لْمُنْخَنِقَةُ وَا لْمَوْقُوْذَةُ وَا لْمُتَرَدِّيَةُ وَا لنَّطِيْحَةُ وَمَاۤ اَكَلَ السَّبُعُ اِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ ۗ وَمَا ذُ بِحَ عَلَى النُّصُبِ وَاَ نْ تَسْتَقْسِمُوْا بِا لْاَ زْلَا مِ ۗ ذٰ لِكُمْ فِسْقٌ ۗ اَلْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ دِيْـنِكُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَا خْشَوْنِ ۗ اَ لْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَـكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَ تْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَـكُمُ الْاِ سْلَا مَ دِيْنًا ۗ فَمَنِ اضْطُرَّ فِيْ مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَا نِفٍ لِّاِثْمٍ ۙ فَاِ نَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ‏


"Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih. Dan (diharamkan pula) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan pula) mengundi nasib dengan azlam (anak panah) (karena) itu suatu perbuatan fasik. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu. Tetapi barang siapa terpaksa karena lapar bukan karena ingin berbuat dosa, maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang."

(QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 3)



Kesempurnaan Islam bukan hanya dari aspek akidah, tetapi juga dari aspek muamalah, seperti kaitannya dengan makanan. Pada awal ayat, urusan makanan diatur secara ketat dengan disebutkannya makanan yang haram dimakan. Tetapi di akhir ayat dinyatakan bahwa tidak Selamanya kehidupan ini normal, terkadang manusia mengalami kesulitan dan berada pada masa paceklik (kekurangan makanan bahkan minuman). Dalam kondisi ini Allah memberikan keringanan kepada manusia dalam mengosumsi makanan.

Pada Surah al-An'ām/6: 119 dan 145 Allah berfirman.


وَمَا لَـكُمْ اَ لَّا تَأْكُلُوْا مِمَّا ذُكِرَ اسْمُ اللّٰهِ عَلَيْهِ وَقَدْ فَصَّلَ لَـكُمْ مَّا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ اِلَّا مَا اضْطُرِرْتُمْ اِلَيْهِ ۗ وَاِ نَّ كَثِيْرًا لَّيُضِلُّوْنَ بِاَ هْوَآئِهِمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ ۗ اِنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ بِا لْمُعْتَدِيْنَ

"Dan mengapa kamu tidak mau memakan dari apa (daging hewan) yang (ketika disembelih) disebut nama Allah, padahal Allah telah menjelaskan kepadamu apa yang diharamkan-Nya kepadamu, kecuali jika kamu dalam keadaan terpaksa. Dan sungguh, banyak yang menyesatkan orang dengan keinginannya tanpa dasar pengetahuan. Tuhanmu lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas." (QS. Al-An'am 6: Ayat 119)


قُلْ لَّاۤ اَجِدُ فِيْ مَاۤ اُوْحِيَ اِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلٰى طَا عِمٍ يَّطْعَمُهٗۤ اِلَّاۤ اَنْ يَّكُوْنَ مَيْتَةً اَوْ دَمًا مَّسْفُوْحًا اَوْ لَحْمَ خِنْزِيْرٍ فَاِ نَّهٗ رِجْسٌ اَوْ فِسْقًا اُهِلَّ لِغَيْرِ اللّٰهِ بِهٖ ۚ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَا غٍ وَّلَا عَا دٍ فَاِ نَّ رَبَّكَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

"Katakanlah, "Tidak kudapati di dalam apa yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan memakannya bagi yang ingin memakannya, kecuali daging hewan yang mati (bangkai), darah yang mengalir, daging babi, karena semua itu kotor atau hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah. Tetapi barang siapa terpaksa bukan karena menginginkan dan tidak melebihi (batas darurat) maka sungguh, Tuhanmu Maha Pengampun, Maha Penyayang.""

(QS. Al-An'am 6: 145)

Sementara itu, pada surah an-Nahl : 115 disebutkan pula yang mirip dengan surah Al-Baqarah diatas, sebagai berikut :

اِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَ الدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيْرِ وَمَاۤ اُهِلَّ لِغَيْرِ اللّٰهِ بِهٖ ۚ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَا غٍ وَّلَا عَا دٍ فَاِ نَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

"Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi, dan (hewan) yang disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah, tetapi barang siapa terpaksa (memakannya) bukan karena menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang."

(QS. An-Nahl 16: 115)


Inti dari ayat ini berkaitan dengan makanan yang diharam

kan mengkonsumsinya. Namun, Syariat lslam sebagai syariat yang fleksibel dalam berbagai aspek, membolehkan memakan atau mengunakan makanan tersebut dalam keadaan tertentu asalkan tidak melebihi batas tertentu, sehingga dalam kasus keterpaksaan (idtirar). Termasuk dalam hal ini penggunaan darah

manusia untuk pengobatan, dimana metode pengobatan lain tdak bisa lagi digunakan.


2. Kaidah-Kaidah Fiqhiyah

Para Fuqaha sudah sejak awal menyus un kaidah-kaida

fiqhiyah, bahkan ada yang disebut dengan Al-Qawa'id al-Khamsah, kaidah-kaidah yang lima, sementara yang berkaitan dengan darurat ini antara lain :

a. Bahaya itu harus dihilangkan

b. Bahaya itu tidak boleh dihilangkan dengan bahaya lain

c. Keterpaksaan membolehkan yang diharamkan

d. Apa yang dibolehkan karena keterpaksaan, diukur denga ukuran nya

e. kebutuhan itu menepati kedudukan keterpaksaan baik secara umum maupun khusus

f. Tidak boleh membuat bahaya (pada diri sendiri) dan tidak boleh membuat bahaya (pada orang lain)


Kaidah-kaidah fikih tersebut sebagai landasan teori yang berkaitan dengan bolehnya melakukan transfusi darah untuk penyelamatan orang yang mengalami sakit tertentu, serta bolehnya mendonorkan, mensedekahkan darahnya bagi para donor, baik langsung maupun tidak langsung, yaitu lewat Bank Darah". Al-Our'an ketika nmenyatakan idtirär (keterpaksaan), menggunakan dua macam ungkapan, seperti dturra dan udturirtum yang semuanya mengacu pada unsur keterpaksaan. Atas dasar ini para ahli menyusun kaidah fiqhiyah dalam rangka memudahkan aspek-aspek metodologı, sehingga menjadi dasar pijakan bagi para mujtahid.

Posting Komentar

0 Komentar