Kloning

 ISU-ISU AKTUAL DALAM KAJIAN AL-QUR’AN

KLONING DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN

Disusun Oleh Nurcholish Ma’mum

603201010017

Mahasiswa Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indragiri

“Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami menjadikannya air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian, air mani itu Kami jadikan sesuatu yang melekat, lalu sesuatu yang melekat itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu lalu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian, Kami menjadikannya makhluk yang (berbentuk) lain. Maha suci Allah, Pencipta yang paling baik.” (QS. Al-Mu’minun/23 : 12-14).

    Beberapa dekade yang lalu, kita dihebohkan dengan adanya pemberitaan tentang keberhasilan para ilmuwan dalam menciptakan Bayi Tabung (in vitro fertilization), yakni sebuah teknik pembuahan dimana sel telur (ovum) dibuahidi luar tubuh perempuan. Lebih dari itu, muncul lagi pemberitaan mengenai adanya rekayasa genetika penciptaan dan pembiakan manusia melalui proses aseksual (tidak melalui proses perkawinan).

Fenomena-fenomena ini menjadi sorotan yang luar biasa dikalangan masyarakat, terlebih lagi kaum agamawan. Mereka menganggap bahwa hal tersebut sudah melewati batas dari tugas manusia diciptakan di muka bumi ini. Fenomena-fenomena dianggap melanggar prinsip-prinsip agama dan dinilai sebagai tindakan yang dapat meruntuhkan struktur bangunan kekeluargaan dalam Islam. Lalu, bagaimanakah sebenarnya pandangan Islam terhadap fenomena “kloning” ini?

Makna Kloning

    Secara etimologis, kata “kloning” berasal dari kata clone yang diturunkan dari bahasa Yunani, yaitu klon yang berarti “terubus, ranting, atau potongan tanaman.” Jika diteliti, kata “klon” ini memiliki dua pengertian, yaitu :

   1. Klon Sel, yaitu menduplikasikan sejumlah sel dari sebuah sel yang memiliki sifat genetik yang sama (identik).

   2. Klon Gen, yaitu sekelompok salinan gen yang bersifat identik yang direplikasi dan dimasukkan ke sel inang.

   Secara biologi, kloning merupakan populasi sel atau individu yang memiliki susunan genetis sama; dalam arti populasi sel yang semuanya berasal dari satu sel/individu asal yang berkembang biak secara aseksual.

   Jadi, disimpulkan bahwa kloning adalah salinan atau duplikasi dari sel, gen, individu ataupun populasi yang memiliki susunan genetis yang sama (identik) dengan indukan dan dikembangbiakkan secara aseksual.

Kloning pada Tumbuhan

    Kloning atau metode pembiakan organisme melalui caracara aseksual (tanpa perkawinan) ini pada awalnya diterapkan pada tanaman atau tumbuh-tumbuhan, yakni dengan cara menempelkan ranting atau tunas muda pada pohon atau tanaman dengan maksud untuk mendapatkan kualitas atau hasil tanaman yang sama dengan induknya.

    Dengan kemajuan teknologi sekarang ini, pembiakan tanaman atau tumbuhan secara vegetatif (tanpa perkawinan) ini tidak lagi dilakukan secara konvensional dengan menempelkan suatu ranting atau tunas muda pada pohon atau tanaman, melainkan sudah melalui suatu sistem kultur jaringan atau kultur sel. Prinsip dasar kultur jaringan adalah bahwa sel sebagai unit terkecil makhluk hidup memiliki kemampuan totipotensi, yakni kemampuan sel untuk menjadi individu. Ini mengandung arti bahwa setiap sel makhluk hidup, dari mana pun sel itu diambil (akar, batang, daun, atau yang lainnya), apabila ditempatkan dalam lingkungan yang sesuai maka ia akan mampu hidup dan tumbuh menjadi individu baru yang utuh dan lengkap (sempurna) dengan sifat dan kualitas yang sama dengan induknya.

    Rekayasa reproduksi pada tanaman atau tumbuhan melalui cara kloning ini tentu saja merupakan bagian dari kemajuan teknologi yang sangat menguntungkan umat manusia. Sebab, dengan cara kloning seperti ini, seseorang bisa mendapatkan tanaman baru secara lebih cepat dalam jumlah yang banyak dan dengan kualitas yang sama baiknya dengan kualitas yang dimiliki oleh induknya.

Kloning pada Hewan

    Keberhasilan dalam membiakkan tanaman dengan cara kloning (pembiakan tanpa perkawinan) ini ternyata mendorong para ilmuan untuk menerapkan cara yang sama pada makhluk hidup jenis lain. Mereka pun seolah berlomba melakukan eksperimen dengan mengkloning berbagai jenis hewan. Hal ini bisa disimak pada perkembangan rekayasa genetika kloning yang dari tahun ke tahun terus berkembang dan meluas.

    Pada tahun 1962, misalnya, ahli Biologi John Gurdon dari Universitas Oxford mengumumkan keberhasilannya dalam mengkloning katak Afrika Selatan dari nucleus yang diambil dari sel usus katak dewasa. Kemudian, pada tahun 1977, dua orang ahli biologi dari Jerman (Karl Illmense dan Peter Hoppe) juga menunjukkan kemampuannya mengkloning tikus dari satu induk. Kemudian, pada tahun 1984, Steen Willadsen berhasil mengkloning Sapi dari embrio sel. Ini merupakan kloning pertama yang dilakukan pada binatang mamalia. Satu tahun berikutnya (1985), Steen Willadsen kembali melakukan eksperimen kloning, namun dengan cara yang berbeda. Dia menggunakan metode transfer nucleur untuk menduplikasi embrio Sapi unggul.

    Pada tahun-tahun berikutnya, eksperimen para ilmuan untuk mengkloning berbagai jenis hewan terus berkembang. Hingga pada puncaknya, tanggal 22 Februari 1997 diumumkan secara resmi akan keberhasilan mengkloning domba yang diberi nama Dolly oleh Ian Wilmut dan Keith Cambell.

    Akan tetapi, berdasarkan informasi yang berkembang, dari 277 uji coba yang dilakukan, Ian Wilmut dan Keith Cambell hanya berhasil memproduksi 29 embrio yang kebanyakan hanya bertahan hidup selama enam hari. Dengan demikian, efisiensi yang dicapai hanya 1:227 atau sekitar 0,4%. Pada tahap terakhir, semua embrio itu mati dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama, kecuali embrio Dolly yang kemudian bisa lahir dengan selamat. Hal ini menunjukkan bahwa proses mengkloning pada hewan lebih rumit dan membutuhkan biaya yang mahal serta tingkat keberhasilan yang sangat minim daripada proses kloning pada tumbuhan.

Kloning pada Manusia

    Ernawati Sinaga dalam makalahnya yang bejudul “Sekilas tentang Kloning”, sebagaimana dikutip oleh Saleh Partaonan Dauly dalam bukunya, Kloning dalam Perspektif Islam, membedakan cara kerja dan tujuan kloning menjadi tiga macam, yaitu :

     1. Kloning Embrional, yaitu teknik kloning yang dilakukan untuk memperoleh kembar identik, meniru apa yang terjadi secara alamiah. Prosedurnya: setelah pembuahan terjadi, beberapa buah sel dipisahkan dari embrio hasil pembuahan. Setiap sel kemudian dirangsang dalam kondisi tertentu untuk tumbuh dan berkembang menjadi embrio duplikat yang selanjutnya diimplementasikan dalam uterus agar berkembang menjadi individu baru yang memiliki komposisi materi genetik sama dengan induknya. Teknik kloning ini sebenarnya sudah dilakukan sejak beberapa tahun yang lalu pada beberapa jenis hewan, namun tampaknya tidak dilakukan pada manusia, kecuali hanya sebatas untuk eksperimen.

     2. Kloning DNA Dewasa (Kloning Reproduktif), yaitu rekayasa genetik untuk memperoleh duplikat dari seorang individu yang sudah eksis. Dalam teknologi kloning ini, inti sel yang berisi materi genetik difusikan ke dalam sel telur. Hasil fusi ini kemudian dirangsang dengan kejutan listrik agar membelah dan membentuk embrio yang kemudian diimplementasikan ke dalam uterus agar berkembang menjadi janin.

     3. Kloning Terapeutik, yaitu rekayasa genetis untuk memperoleh sel jaringan atau organ dari satu induk tertentu untuk tujuan pengobatan atau perbaikan kesehatan. Dari embrio hasil rekonstruksi “DNA sel telur” ini kemudian diambil sel-sel bakalnya yang disebut dengan istilah stem cell atau (sel stem/sel somatic). Stem cell ini merupakan sel bakal yang dapat berkembang menjadi berbagai macam jaringan atau organ sesuai dengan indikator (rangsangan) yang diberikan.

Manfaat Kloning

    1. Kloning manusia memungkinkan banyak                    pasangan (suamiistri) tidak subur untuk                      mendapatkan anak, karena kloning tidak                    membutuhkan perkawinan (sel sperma laki-              laki dan sel telur perempuan).

    2. Organ manusia dapat dikloning secara selektif          untuk dimanfaatkan sebagai organ pengganti            bagi pemilik sel organ itu sendiri, sehingga                dapat meminimalisir risiko penolakan.

    3. Sel-sel dapat dikloning dan diregenerasi untuk          menggantikan jaringan-jaringan tubuh yang              rusak, seperti jaringan urat syaraf dan otot.

    4. Teknologi kloning memungkinkan para                       ilmuan medis untuk menghidupkan dan                     mematikan sel-sel sehingga teknologi ini                     dapat digunakan untuk mengatasi kanker.

    5. Teknologi kloning juga memungkinkan                        dilakukannya pengujian dan penyembuhan              penyakit-penyakit keturunan.

Mudharat Kloning

    1. Teknologi kloning memungkinkan para                      ilmuan untuk bermain-main dengan ciptaan              Tuhan: mengubah, mengganti, atau bahkan                mencipta makhluk hidup yang mana semua              itu adalah hak prerogatif Allah sebagai Zat                  Pencipta; manusia hanya diberi wewenang                untuk menjaga dan merawat, bukan                            menciptakan.

   2. Teknologi kloning juga memungkinkan para              ilmuan untuk menghidupkan dan mematikan            sel-sel organ tubuh manusia atau bahkan                    mematikan embrio manusia sesuai dengan                keinginan dan kebutuhannya. Padahal, hak                untuk menghidupkan dan mematikan adalah            milik Allah secara mutlak. Kita bisa                              menyaksikan bagaimana para ahli dari                        perusahaan ternama Advance Cell Technology          yang berpusat di Masachusette Amerika                      Serikat membakar (mematikan) sejumlah                  embrio-embrio manusia.

   3. Kloning manusia akan menghancurkan                       struktur keluarga sebagaimana yang ada                     dalam konsep Islam. Hubungan suami-istri                 menjadi terancam karena untuk menciptakan           manusia baru cukup dengan mengambil sel               inti dari salah satu jenis manusia saja (laki-laki         atau perempuan saja). Kloning manusia juga             akan memicu kerancuan dalam konsep                       mahram, serta merenggut hubungan                           kekerabatan dan jalinan anak-anak dari orang         tuanya (nenek-moyangnya).

Konsepsi Al-Qur’an tentang Manusia

     Al-Qur’an menyatakan secara tegas bahwa manusia adalah makhluk Allah yang paling paling sempurna, mulia, dan utama di antara makhluk-makhluk Allah yang lain. Pernyataan ini dapat dilihat dari firman Allah SWT dalam QS. Al-Isra ayat 70, yang artinya : “Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam, dan Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna.”

     Selain itu, manusia juga dikaruniai bentuk dan rupa yang terbaik dibanding makhluk Tuhan yang lain, seperti dinyatakan dalam at-Tin/95: 4, yaitu :

لَقَدْ خَلَقْنَاالْاِنْسَانَ فِيْ اَحْسَنِ تَقْوِيْمٍ

“Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.”

     Syeikh al-Qurthubi dalam kitab tafsirnya, al-Jāmi‘ li-Ahkām Al-Qur′ān menyatakan bahwa dari sisi fisik, manusia dibekali oleh Allah dengan rupa yang bagus, lisan yang dapat berbicara, kepala, dada, kaki, tangan, dan jari-jemari yang bisa digunakan oleh manusia untuk melakukan berbagai aktivitas di muka bumi. Sementara dari sisi intelektual, manusia dikaruniai akal pikiran yang bisa digunakan untuk membedakan antara yang benar dan yang salah. Dengan pengetahuan tentang salah dan benar itu, manusia diharapkan dapat melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya.

     Akan tetapi, di sisi lain, Al-Qur′an juga tidak jarang mencela manusia karena sifat-sifatnya yang buruk, seperti suka bertindak aniaya dan mengingkari nikmat Allah (Ibrahim/14: 34), suka membantah (al-Kahfi/18: 54), suka berkeluh kesah dan kikir (al-Ma’ārij/70: 19), dan juga suka membuat kerusakan di muka bumi (ar-Rūm/30: 41).

     Dengan demikian, kesempurnaan dan kemuliaan manusia sebenarnya lebih ditentukan oleh keimanan dan amal baiknya, serta kemampuannya untuk memanfaatkan potensi yang telah diberikan oleh Allah kepada manusia dalam rangka menciptakan kehidupan di muka bumi ini secara lebih baik dan bertanggung jawab.

Konsepsi Al-Qur’an tentang Penciptaan Manusia

      Secara kategorial, proses penciptaan manusia      sebenarnya dapat dibagi ke dalam empat kelompok, yakni :

1. Penciptaan manusia tanpa ayah dan ibu (creation ex nihlo), yakni Nabi Adam a.s.,

2. Penciptaan manusia dari seorang laki-laki tanpa perempuan, yakni Hawa,

3. Penciptaan manusia dari seorang perempuan tanpa laki-laki, yakni Nabi Isa, sebagaimana yang tertuang dalam QS. Ali Imran ayat 45-47.

4. Penciptaan manusia yang terjadi melalui proses perkawinan (bertemunya sel sperma lakilaki dan sel telur perempuan), yakni manusia pada umumnya.

    Proses penciptaan manusia kategori pertama hingga ketiga dianggap sebagai atau merupakan hak prerogatif Allah sehingga tidak perlu dipersoalkan. Sementara proses penciptaan manusia kategori keempat, melibatkan peran serta manusia, yakni peran laki-laki yang menyumbangkan sel sperma (spermatozoon) dan peran perempuan yang menyumbangkan sel telur (ovum). Ketika sel sperma bertemu dengan sel telur maka terjadilah pembuahan. Dari situlah proses kejadian manusia dimulai.

     Kemudian jika berbicara mengenai tahapan penciptaan manusia, ada empat tahapan dalam penciptaan manusia, yaitu :

1. Fase pertama dari proses kejadian manusia adalah nutfah, atau yang sering diterjemahkan dengan air mani. Dalam ilmu biologi, air mani ini terdiri dari dua unsur, yakni sel sperma (spermatozoon) dari seorang laki-laki dan sel telur (ovum) dari seorang perempuan.

2. Pada fase kedua, nutfah yang ada dalam rahim secara perlahan membelah diri menjadi dua, empat, dan seterusnya. Setelah itu, ia bergerak menuju dinding rahim dan pada akhirnya menempel atau bergantung di sana. Inilah yang dimaksud sebagai fase ‘alaqah.

3. fase ketiga dari proses kejadian manusia adalah fase mudgah, yakni suatu tahap penciptaan di mana ‘alaqah yang menempel pada dinding rahim kemudian berubah menjadi mudgah (segumpal daging).

4. Pada fase ini, segumpal daging (mudgah) yang ada pada rahim perempuan kemudian Allah jadikan tulang-belulang. Dan, tulang-belulang itu kemudian dibungkus dengan daging. Pada fase ini, embrio sudah mulai mendekati kesempurnaan karena sudah berkembang menjadi janin yang benar-benar lengkap anggota tubuhnya. Menurut Sayyid Qutb, pada fase inilah janin mulai diberi keistimewaan-keistimewaan sebagai makhluk lain (khalqan ākhar) yang pertumbuhannya berbeda dengan pertumbuhan janin hewan.

Pandangan Islam Terhadap Kloning

1. Kloning adalah bagian dari kemajuan teknologi masa kini.

2. Kloning memberikan manfaat sekaligus mendatangkan mudharat. Dalam hukum Islam, menghindari mudharat lebih didahulukan daripada mengambil beberapa manfaat.

3. Kloning bertentangan dengan prinsip-prinsip agama, khususnya agama Islam. Misalnya kloning dapat menghidup-matikan sel dimana hal ini adalah hak Allah SWT sebagai Dzat Maha Peencipta dan tugas manusia sebagai makhluk-Nya adalah merawat dan memelihara bukan menciptakan.

4. Kloning memakan waktu yang lama dan membutuhkan sejumlah percobaan sebelum memperoleh keberhasilan. Selain itu, biaya yang diperlukan juga mahal dan tingkat keberhasilannya minim.

DAFTAR PUSTAKA

Hanafi, Muchlis M. (2012). Al-Qur’an dan Isu-Isu Kontemporer II (Tafsir Al-Qur’an Tematik). Jakarta : Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an.


Posting Komentar

0 Komentar