Relasi Antara Ulama dan Umara

 RELASI ANTARA ULAMA DAN UMARA

Oleh : Mar’atushaleha

Nim : 603201010013



   Dalam sebuah buku yang berjudul Al-Qur’an dan Isu-isu Kontenporer II yang di karang oleh Suryadharma Ali, yang mana di dalam buku itu menjelaskan mengenai tentang Relasi antara Ulama dan Umara. Relasi atau hubungan antara ulama dan Umara adalah hal yang sangat penting, karena kedua komponen kelompok masyarakat ini sangat besar peran mereka dalam kehidupan dan pertumbuhan masyarakat. Alquran dalam ayat-ayatnya pada berbagai surat telah memberi isyarat dan petunjuk bagaimana ulama dan Umara menjaga peran mereka di masyarakat dan negara dengan baik, seperti pada surah Fatir/35: 28, surah an-Nisa’/4: 59, surah Sad/38: 26, surah al-An’am/6: 156 dan lain-lain.

   Secara etimologi, kata ulama berasal dari kata kerja (fi’il) ‘alima ya’lamu ‘ilman, artinya mengetahui. ‘Alim iyalah orang yang mengetahui atau berilmu, dan bentuk jamak dari ‘alim ialah ‘ulama’. Menurut Ibnu Abbas arti ulama dalam ayat ini ialah orang-orang yang mengetahui bahwa Allah adalah maha kuasa atas segala sesuatu. Sedangkan pengertian Umara secara bahasa Arab adalah lafal ‘umara’ adalah bentuk jamak dari Amir, artinya orang yang menyuruh atau memberi perintah.

   Dimana kata ulama dan Umara keduanya adalah bahasa Arab yang kini sudah masuk dalam kosakata bahasa Indonesia. Dalam kamus umum bahasa Indonesia (KUBI) disebutkan bahwa ulama ialah orang yang ahli tentang agama Islam. Sedangkan Umara dalam KUBI disebutkan sebagai pemimpin pemerintah.

   Jadi pengertian ulama dan Umara, yang dalam Alquran menggunakan istilah Ulil Amri atau Khalifah, artinya adalah pemimpin pemerintah atau penguasa di bumi. Adapun fungsi ulama adalah melanjutkan tugas-tugas para nabi, yaitu melaksanakan dakwah Amar ma'ruf dan nahi mungkar, dengan ungkapan sederhana yaitu mengajak masyarakat kepada kebaikan dan mengingatkan mereka untuk menghindari kejahatan dan keburukan. Sedangkan tugas Umara ialah memimpin mengatur dan membuat ketentuan ketentuan dan peraturan perundang-undang di masyarakat. Jadi fungsi ulama dan Umara hampir memelihara ketertiban dan menjaga keamanan mereka dari berbagai tindak kejahatan dan kerusakan.

Adapun Kepemimpinan Ulama dan Umara

   pada dasarnya fungsi ulama dan Umara adalah memimpin masyarakat supaya berkehidupan baik, sejahtera dan berkemajuan. Oleh karena itu masyarakat memandang ulama maupun Umara sebagai pemimpin. Umara sebagai pemimpin formal, artinya secara resmi, para pejabat dan pemimpin pemerintah diberbagai tingkatan ini adalah pemimpin pemimpin yang wajib ditaati. Sedangkan ulama dikatakan sebagai pemimpin non formal, yaitu pemimpin yang tidak resmi bagi masyarakat yang banyak ditaati perintah dan ketentuannya.

   Orang-orang yang tergabung dalam kelompok ulama dan Umara adalah pemimpin masyarakat dan pemimpin pemerintahan. Di kalangan masyarakat Indonesia dikenal istilah pimpinan formal dan pemimpin non formal. Tetapi pada kenyataannya tidak semua ulama dan tidak semua Umara berjiwa dan bersikap sebagai pemimpin. Dalam teori kepemimpinan sering dikatakan ada tiga teori yaitu:

teori kepemimpinan

1. Teori genetik, yang mengatakan bahwa pemimpin itu adalah bakat atau pembawaan seseorang sejak dari lahir, yaitu leaders are born and not made (pemimpin adalah dilahirkan, bukan hasil pendidikan).

2. Teori sosial, yang merupakan lawan dari teori pertama dan mengatakan leaders are made and not born (pemimpin adalah hasil dari pendidikan dan latihan, bukan bakat yang dibawa sejak lahir).

3. Teori ekologis, yang merupakan penyempurnaan kedua teori di atas. Teori ini mengatakan bahwa seseorang dapat menjadi pemimpin yang baik apabila punya bakat dan kemudian dikembangkan melalui pendidikan yang teratur dan latihan-latihan.

   oleh karena itu orang-orang yang memposisikan dirinya sebagai ulama dengan belajar secara mendalam ilmu-ilmu agama Islam, belum tentu mempunyai bakat kepemimpinan yang dibawa sejak begitu juga pula orang-orang yang menjadi Umara, belum tentu memiliki bakat kepemimpinan.

   Jika sifat-sifat yang baik, akhlak, kepribadian, kecerdasan dan keterampilan nabi ditiru dan diteladani oleh para ulama pastilah keberhasilan tugas ulama akan lebih maksimal. Karena untuk melanjutkan tugas-tugas nabi mestinya juga harus mewarisi sifat-sifat dan akhlak nabi. Demikian pula apabila para Umara juga mencontoh dan meneladani sifat, akhlak dan kepemimpinan nabi, tentu tugas-tugas mereka akan dapat dijalankan lebih baik lagi.

Peran dan amanat yang diemban para ulama dan Umara

   secara umum peran ulama dan Umara cukup besar di masyarakat Indonesia, baik di kota-kota maupun di desa, meskipun derajatnya tidak sama di beberapa masyarakat di desa misalnya tingkatan ketaatan mereka sangat tinggi terhadap ulama maupun Umara, sedangkan masyarakat perkotaan, ketaatan mereka lebih rendah dibandingkan dengan masyarakat desa. tetapi masyarakat perkotaan yang jiwa keagamaan yang cukup tinggi, keberagamannya kental, ketaatan mereka kepada ulama juga sama dengan masyarakat pedesaan. Beberapa ayat Alquran yang mendorong ketaatan ini antara lain yaitu surah Ali Imran/3:110, at-Taubah/9:71, al-An’am/6:153 dan al-Anbiya’/21:107.

   Ada 7 peran penting yang harus diemban ulama Indonesia yaitu sebagai ahli waris tugas para nabi, pemberi fatwa bagi umat Islam, baik diminta maupun tidak diminta, sebagai pembimbing dan pelayan umat, sebagai penegak Amar ma'ruf dan nahi mungkar, sebagai pelopor gerakan tajdid, sebagai pelopor gerakan perbaikan umat dan sebagai pengemban kepemimpinan umat.

   Dengan perumusan jati diri dan peran ulama oleh majelis ulama Indonesia ini, diharapkan para ulama dapat melaksanakan tugas pokok dan fungsinya dengan baik dan optimal. Sedangkan para Umara juga merumuskan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) Mereka sesuai dengan bidang tugas dan tingkat kepemimpinan mereka.

Kerja sama yang baik dan yang tidak baik antara ulama dan Umara

   selanjutnya relasi antara ulama dan Umara perlu dijaga dalam kerjasama yang baik. Hal ini penting, karena kadang juga terjadi kerjasama yang tidak baik. beberapa ayat Alquran telah memberi isyarat dan petunjuk dalam hal ini, seperti pada surah Yusuf/12: 47-48, dan surah al-A’raf/7: 175-176

surah Yusuf/12: 47-48

Artinya: “(Yusuf) berkata, “Bercocok tanamlah kamu tujuh tahun berturut-turut! Kemudian apa yang kamu tuai, biarkanlah di tangkainya, kecuali sedikit untuk kamu makan. Kemudian, sesudah itu akan datang tujuh (tahun) yang sangat sulit (paceklik) yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya, kecuali sedikit dari apa (bibit gandum) yang kamu simpan.”

surah al-A’raf/7: 175-176

Artinya: “Bacakanlah (Nabi Muhammad) kepada mereka (tentang) berita orang yang telah Kami anugerahkan ayat-ayat Kami kepadanya. Kemudian, dia melepaskan diri dari (ayat-ayat) itu lalu setan mengikutinya (sampai berhasil menggodanya). Maka, dia termasuk orang yang sesat. Seandainya Kami menghendaki, niscaya Kami tinggikan (derajat)-nya dengan (ayat-ayat) itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan mengikuti hawa nafsunya. Maka, perumpamaannya seperti anjing. Jika kamu menghalaunya, ia menjulurkan lidahnya dan jika kamu membiarkannya, dia menjulurkan lidahnya (juga). Demikian itu adalah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka, ceritakanlah kisah-kisah itu agar mereka berpikir.”

   Pada surah Yusuf Allah menerangkan kerjasama yang baik antara nabi Yusuf dengan raja Mesir waktu itu. Sedangkan surah alaraf menerangkan contoh relasi kerjasama yang tidak baik antara ulama dan Umara.

   Dari penjelasan diatas mengenai Relasi antara Ulama dan Umara, maka selaku penulis artikel ini mengharapkan tulisan ini dapat memberikan pemahaman dalam wacana pengembangan pengetahuan dan intelektual bagi kita semua khususnya bagi penulis maupun para pembaca, mengenai “Relasi antara Ulama dan Umara” adapun kesimpulan yang dapat saya ambil adalah ulama adalah ialah orang-orang yang mengetahui bahwa Allah adalah maha kuasa atas segala sesuatu. Sedangkan umara adalah orang yang menyuruh atau memberi perintah.


Posting Komentar

0 Komentar