Etika Berbicara Sesama Manusia | Dinda Rismawati

Pict: mujahiddakwah.com

Berbicara merupakan salah satu bentuk interaksi yang paling mudah dan paling sering dilakukan oleh semua orang, banyak orang yang melakukanya tanpa memperhatikan sebuah etika yang pada akhirnya tersandung sebuah masalah karenanya. Berbicara tanpa menggunakan etika dapat menyebabkan suatu perpecahan dan permusuhan. Dalam kehidupan sehari-hari komunikasi sangat berperan penting yang mana memiliki fungsi untuk menginformasikan, mendidik, menghibur, dan mempengaruhi. Jika kita melihat sejarah Islam pada abad ke 14  Rasulullah SAW telah memberikan suatu contoh yang sangat nyata tentang komunikasi dalam mendakwahkan Islam. Rasulullah bersabda Berbicaralah kepada mereka sesuai dengan kadar akalnya.Maka dari itu komunikasi harus ditempatkan pada koredor yang benar apabila manusia tidak ingin kehilangan fitrahnya. (Thohir, 2013, hal. 115)

Didalam Islam diajarkan bahwa ketika berkomunikasi harus dengan penuh adab, penghormatan terhadap orang yang diajak bicara. Ketika berbicara dengan orang lain, Islam memberikan suatu landasan yang jelas tentang bagai mana tata cara berbicara. Tata cara berbicara kepada orang lain seperti contoh ketika berbicara harus membicarakan tentang hal-hal yang baik, untuk menghindari suatu kebatilan, perdebatan, pembicaraan suatu permasalahan yang rumit, menyesuaikan diri dengan lawan berbicara, jangan memuji diri sendiri maupun memuji orang lain dalam hal kebohongan. Tata cara tersebut diatur didalam Islam yang mana diperlukan agar seseorang tidak berbicara sembarangan hanya berbicara mengenai hal-hal yang baik saja. (Djamarah, 2004, hal. 103-104)

Jika dilihat dalam hal menjaga pembicaraan harus memerlukan sebuah akhlak yang baik pada diri seseorang. Bukan hanya itu saja untuk membentuk suatu kepribadian pada diri seseorang juga membutuhkan latihan, bimbingan maupun pengarahan. Akhlak memiliki peran penting dalam kehidupan, baik bersifat individu maupun kolektif. Contoh yang paling tepat dan baik untuk dijadikan sebuah teladan dalam membentuk pribadi yang akhlakul karimah adalah Pribadi Rasulullah SAW. (Anwar, 2010, hal. 23) Ketika mempertahankan akhlak yang baik maka dibutuhkan akal dan pemikiran yang sesuai dengan al-Qur’an dan hadis. 

Dalam Al-Qur’an begitu banyak ayat-ayat yang menjelaskan tentang Akhlak berkomunikasi maupun berbicara dengan sesama manusia harus dengan perkataan baik dan benar, salah satunya dijelaskan dalam Qs. Al-Ahzab ayat 70-71. 

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدًاۙ – ٧٠

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar, 33:70

يُّصْلِحْ لَكُمْ اَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْۗ وَمَنْ يُّطِعِ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا - ٧١

Artinya : Niscaya Allah akan memperbaiki amal-amalmu dan mengampuni dosa-dosamu. Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul-Nya, Maka sesungguhnya dia telah mendapatkan kemenangan yang besar.

Dijelaskan dalam Tafsir al-Misbah bahwa Setelah melarang mengucapkan kebohongan dan tuduhan palsu, Allah memerintahkan lawannya, yakni ucapan yang benar dan mengena sasaran. Allah berfirman: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah yakni hindarkan diri kamu dari siksa Allah dengan jalan melaksanakan perintah-Nya sekuat kemampuan kamu dan menjauhi larangan-Nya dan ucapkanlah menyangkut Nabi Muhammad dan Zainab ra. bahkan dalam setiap ucapan kamu perkataan yang tepat. Jika kamu melakukan hal tersebut niscaya Allah memperbaiki dari saat kesaat bagi kamu amalan-amalan kamu dengan jalan mengilhami dan mempermudah buat kamu amal-amal yang tepat dan benar dan di samping itu  karena betapapun kamu berusaha, kamu tidak akan mampu menghindar dari dosa maka Allah juga akan senantiasa mengilhami kamu pertaubatan sehingga Dia pun mengampuni bagi kamu dosa-dosa kamu. Dan barang siapa menaati Allah dan Rasul-Nya. maka sesungguhnya ia telah mendapat keberuntungan dengan keberuntungan besar yakni ampunan dan surga Ilahi.

Kata (سَدِيْدًاۙ) sadidan, terdiri dari huruf sin dan dal yang menurut pakar 

bahasa, Ibn Faris, menunjuk kepada makna meruntuhkan sesuatu kemudian memperbaikinya. Ia juga berarti istiqamah atau konsistensi. Kata ini juga digunakan untuk menunjuk kepada sasaran. Seorang yang menyampaikan sesuatu atau ucapan yang benar dan mengena tepat pada sasarannya, dilukiskan dengan kata ini. Dengan demikian kata sadidan dalam ayat di atas, tidak sekadar berarti benar; sebagaimana terjemahan sementara penerjemah, tetapi ia juga harus berarti tepat sasaran.

Dari kata (سَدِيْدً) sadidan yang mengandung makna meruntuhkan sesuatu kemudian memperbaikinya, diperoleh pula petunjuk bahwa ucapan yang meruntuhkan  jika disampaikan  harus pula dalam saat yang sama memperbaikinya, dalam arti kritik yang disampaikan hendaknya merupakan 

Kritik yang membangun, atau dalam arti informasi yang disampaikan haruslah baik, benar dan mendidik.

Thahir Ibn ‘Asyur menggarisbawahi kata (قُوْلُ) qaull ucapan yang menurutnya merupakan'fcatu pintu yang sangat luas baik yang berkaitan dengan kebajikan m aupun keburukan. Sekian banyak hadits yang menekankan pentingnya memperhatikan lidah dan ucapan-ucapannya. “Manusia tidak disungkurkan wajahnya ke neraka kecuali akibat lidah mereka.” “Allah merahmati seseorang yang mengucapkan kata-kata yang baik sehingga dia memperoleh keberuntungan atau seseorang yang diam sehingga memperoleh keselamatan.” “Barang siapa yang percaya kepada Allah dan hari Kemudian, maka hendaklah dia berucap yang baik atau diam.” Demikian Ibn ‘Asyur mengemukakan tiga hadits Nabi saw. dan yang selanjutnya menyatakan bahwa “perkataan yang mencakup sabda para nabi, ucapan para ulama dan para penutur hikmah. Membaca al-Qur’an dan meriwayatkan hadits termasuk dalam hal ini. Demikian juga tasbih tahmid, adzan dan qamat. 

Dengan perkataan yang tepat baik yang terucapkan dengan lidah dan didengar orang banyak, maupun yang tertulis sehingga terucapkan oleh diri sendiri dan orang lain ketika membacanya, maka akan tersebar luas informasi dan memberi pengaruh yang tidak kecil bagi jiwa dan pikiran manusia. Kalau ucapan itu baik, maka baik pula pengaruhnya, dan bila buruk maka buruk pula, dan karena itu ayat di atas menjadikan dampak dari perkataan yang tepat adalah perbaikan amal-amal.

Thabathaba’i berpendapat bahwa dengan keterbiasaan seseorang mengucapkan kalimat-kalimat yang tepat, maka ia akan menjauh dari kebohongan, dan tidak juga mengucapkan kata-kata yang mengakibatkan keburukan atau yang tidak bermanfaat. Seseorang yang telah mantap sifat tersebut pada dirinya, maka perbuatan-perbuatannya pun akan terhindar dari kebohongan dan keburukan, dan ini-berarti labirnya amal-amal saleh dari yang bersangkutan. Ketika itu, ia akan menyadari betapa buruk amal-amalnya yang pernah ia lakukan, sehingga ia menyesalinya dan penyesalan tersebut mendorong ia bertaubat, dan ini mengantar Allah memeliharanya serta menerima taubatnya. (Shihab, 2002, hal. 329-330)

Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa etika berbicara telah dijelaskan dalam  al-Qur’an salah satunya Qs. al-Ahzab ayat 70-71 yang mana ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah Swt melarang kaumnya untuk berbicara bohong dengan tuduhan palsu, Allah Swt memerintahkan kaumnya untuk bertakwa dan beriman kepadanya agar terhindar dari siksanya dengan jalan melaksanakan perintah dan menjauhi laranganya. Berbicaralah dengan baik dan benar dengan sesama manusia jika kalian melakukan hal tersebut Allah akan mengampuni dosa-dosamu. Semoga Bermanfaat.

Posting Komentar

0 Komentar