Islam mengatur sikap manusia sangat ditaeil dan mengajarkan umatnya dalam berakhlak atas setiap kejiadian yang mampiri umatnya. Islam mengajarkan semua akhlak dari bangun tidur sampai tidur kembali. Baik hal tersebut berkaitan kehidupan sosial, hubungan sesama makhluk hidup, hingga hubungan antara Sang Pencipta dengan makhluk.
Manusia wajib berakhlak kepada Allah. Norma dasar dalam akhlak adalah menempatkan sesuatu pada tempat yang seharusnya. Saat berhubungan dengan Allah, manusia tak boleh menyamakannya dengan hubungan dengan sesama manusia.
Prof. Quraish Shihab, seorang ulama tafsir Indonesia merangkum tiga akhlak utama hamba kepada Allah. Berikut uraiannya:
1. Tidak Menyekutukan Allah
Salah satu akhlak utama yang wajib dimiliki semua muslim terhadap Allah adalah tidak menyekutukan-Nya. Mengadakan sekutu bagi Allah adalah menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya. Jika seorang muslim melanggar akhlak ini, maka ia akan terjatuh dalam kezaliman. Sebgai mana firman Allah beriku “Janganlah mempersekutukan Allah! Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) itu benar-benar kezaliman yang besar” (QS. Luqman [31]: 13).
Jangankan terang-terangan menyekutukan Allah, para sahabat dan ulama terdahulu menghindari mengatakan sesuatu yang mengesankan adanya sekutu bagi Allah.
Misalnya, mengatakan “keberadaan Tuhan”. Kata “keberadaan” biasanya berlaku pada sesuatu yang menempati ruang dan waktu, sedangkan Allah ada tanpa membutuhkan ruang dan waktu. Oleh karena itu, para ulama menggunakan kata wujud, bukan keberadaan.
2. Tidak menyandarkan kesan buruk kepada Allah
Walaupun Allah menyandarkan sendiri sebagian sifat yang terlihat kurang baik di mata manusia kepada diri-Nya, seorang hamba tidak boleh menyandarkan nama yang buruk kepada Allah.
Pemilihan kata-kata dalam Al-Qur’an mengajarkan manusia untuk berakhlak dalam menyandarkan suatu perbuatan kepada Allah.
Saat menyebutkan nikmat, Al-Qur’an langsung menyebut “Engkau beri nikmat”, tetapi saat menyebutkan murka, Al-Qur’an menyebutkan “dimurkai,” karena murka identik dengan makna negatif.
3. Berprasangka baik kepada Allah
Semua kebaikan berasal dari Allah. Oleh karena itu, manusia hendaknya senantiasa berprasangka baik kepada-Nya, karena Allah hanya menginginkan kebaikan bagi hamba-Nya.
Kita dilarang berputus asa dari rahmat Allah, karena itu adalah bentuk buruk sangka bahwa Allah tak dapat mengubah keadaan kita. Ketika sesuatu terjadi di luar kehendak dan rencana kita, maka itu adalah yang terbaik bagi kita saat itu.
Dalam berdoa pun, seorang hamba harus optimis bahwa doanya akan Allah kabulkan. Rasulullah ﷺ bersabda “Wahai manusia, mintalah kepada Allah dan kamu yakin akan ijabah-Nya” (HR. Ahmad no. 6368).
Allah menyesuaikan dengan prasangka baik hamba-Nya. Dalam sebuah hadis qudsi, Allah berfirman ”Aku berbuat kepada hambaku sesuai prasangkanya kepada-Ku (HR. Bukhari no. 7505)”.
Jika kepada makhluk saja kita berakhlak dan menerapkan sopan santun, maka Allah lebih berhak akan akhlak kita dalam berkomunikasi dengannya. Semuanya butuh pembiasaan, maka mari mulai membiasakan berakhlak kepada-Nya dengan tidak menyekutukan-Nya, tidak menyandarkan sifat dan perbuatan negatif kepada-Nya, dan selalu berprasanga baik kepada takdir Allah.
0 Komentar