Manusia adalah makhluk yang unik dan istimewa. Berbeda dengan makhluk-makhluk lainnya, manusia dianugrahi immaterial yang lengkap, yiatu: ruh, akal, hati dan jiwa. Dari immaterial ini, manusia hakikatnya adalah sebagai makhluk spiritual. Masing-masing unsur tersebut memiliki fungsi yang berbeda. Ruh memiliki sifat yang suci, cenderung kepada kesejatian (hakikat) dan lebih dekat dengan Allah. Akal berfungsi untuk berfikir, mengingat, menghitung, dan berlogika. Hati berfungsi untuk meyakini (beriman), mencintai, membenci, empati, dan hal-hal yang berhubungan dengan rasa. Sedangkan nafsu merupakan energi jiwa yang berpotensi pada kesenangan dan kemarahan.
Didalam jiwa manusia, sesungguhnya ada unsur energi negatif yang dapat menghancurkan diri, lingkungan, dan peradaban, yaitu “penyakit hati” yang menimbulkan sifat buruk. Imam Al-Ghazali dalam kitab bidayat Al-Hidayah menuturkan bahwa ada tiga sifat hati yang sangat berbahaya, dimana sifat hati tersebut selalu muncul dari zaman ke zaman. Tiga sifat hati tersebut akan membawa kepada kebinasaan diri dan penyebab dari sifat-sifat tercela lainnya, yaitu: hasad (iri hati), riya (pamer), dan ujub (angkuh, sombong atau berbangga diri).
Dari ketiga penyakit hati tersebut yang memiliki dampak paling dahsyat adalah “hasad” atau dengki. Hasad adalah klaster problem jiwa yang memiliki dampak luar biasa bagi kehidupan diri, lingkungan, masyarakat, bahkan peradaban itu sendiri. Betapa banyak perkelahian, percekcokan, dan peperangan fisik dengan saling membunuh dan meniadakan, diakibatkan oleh munculnya sikap dengki. Orang yang memiliki sifat hasad merupakan orang yang selalu iri pada kesenangan orang lain. Sehingga membuat dia ingin menguasai atau memiliki apa yang dimiliki oleh orang lain tersebut.
Hasad adalah kejahatan energi tersembunyi yang dapat membahayakan manusia. Allah menyuruh kita untuk meminta perlindungan Allah darinya: “dan dari kejahatan orang yang dengki apabila dia dengki” (QS. Al- Falaq:5)
“jagalah dirimu dari hasad, karena sesungguhnya hasad itu memakan kebaikan. Sebagaimana api memakan kayu bakar,” (HR. Abu Daud No 4257 dari Abu Hurairah).
Sebagaimana arti dalam hadits tersebut, sedikit sifat hasad mampu menghanguskan kebaikan yang telah dilakukan dengan banyak usaha. Kebaikan yang banyak tersebut dapat hilang tanpa sisa selayaknya kayu bakar yang menjadi abu saat dibakar.
Secara psikologi, hasad memiliki dampak, diantaranya:
1. Membentuk jiwa yang tidak mau mensyukuri atas nikmat yang diberikan oleh Allah (kufur).
2. Menyiksa diri sendiri karena hatinya tak tenang yang disebabkan munculnya rasa tidak nyaman atas kebahagian orang lain.
3. Munculnya ghibah, fitnah dan sebagainya yang dapat menimbulkan perpecahan dalam keluarga dan ikatan persaudaraan sesama.
4. Munculnya kebencian dan permusuhan yang dapat menimbulkan kerusakan dalam jangka waktu yang tak terbatas .
Ada enam cara untuk menghilangkan sifat hasad bagi diri sendiri, agar tidak membenci atau iri terhadap nikmat orang lain.
• Ilmu dan iman
Ingat akibat dari perbuatan hasad yang berdampak buruk baikk di dunia dan akhirat
• Selalu bersyukur
Mencontohh orang yang berada di bawah kita
• Banyak mendoakan kebaikan pada orang lain
Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa hasad terbagi menjadi dua jenis, sebagai berikut:
a. Hasad hakiki
Hasad inilah yang kita ketahui dengan merasakan emosi negatif saat orang lain mendapat hal baik serta menginginkan kebaikan tersebut hilang dari diri orang itu. Perbuatan hasad jenis inilah yang akan mendatangkan beragam kerugian lahir dan bati serta ancaman dosa.
b. Ghibtoh/ hasad majazi
Adalah perasaan iri yang muncul saat melihat orang lain mendapatkan kenikmatan dan hal-hal baik tanpa ingin orang tersebut kehilangan nikmat yang dimilikinya. Ghibtoh juga terjadi saat muncul perasaan ingin turut memiliki kenikmatan yang dimiliki orang lain. Hasad majazi atau ghibtoh inilah yang masih dapat diperbolehkan. Akan tetapi, tidak serta merta semua hal bisa menjadi objek ghibtoh tanpa batasan. Hanya ada dua hal yang diperbolehkan untuk menjadi objek ghibtoh, sebagaimana perkataan rasul dalam hadits yang artinya:
“tidak boleh hasad (ghibtoh) kecuali pada dua orang, yaitu orang yang Allah anugrahkan padanya harta lalu ia infakkan pada jalan kebaikan dan orang yang Allah beri karunia ilmu (Al-Qur’an dan As-Sunah), ia menunaikan dan mengajarkannya.” (HR Bukhari dan Muslim).
0 Komentar