Menulis tentang figur Tuan Guru Abdurrahman Shiddiq sudah banyak dilakukan oleh para penulis atau peneliti. Tema yang ditulis biasanya berkaitan dengan; sejarah hidup, pemikiran, pola dan metode pendidikan, dan tema- tema terkait lain yang berhubungan dengan Tuan Guru. Pada kesempatan ini, penulis tertarik mengangkat tentang peran Tuan Guru dalam aspek kepeloporan Beliau dalam penggalakan budaya literasi dan kontribusinya dalam masyarakat Indragiri.
Budaya Literasi Awal Suatu Kemajuan
Dalam sejarah peradaban umat manusia, kemajuan suatu bangsa tidak hanya bisa dibangun dengan bermodalkan kekayaan alam yang melimpah maupun pengelolaan tata negara yang mapan, melainkan berawal dari peradaban buku atau penguasaan literasi yang berkelanjutan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Namun yang terjadi sekarang, budaya literasi sudah semakin ditinggalkan oleh generasi kita, apalagi dalam konteks Indragiri Hilir.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dimaksudkan dengan literasi adalah sesuatu yang berhubungan dengan tulis-menulis. Pemaknaan secara tekstual di atas kemudian dalam konteks kekinian, dikembangkan lagi cakupannya menjadi sangat luas. Literasi bisa berarti melek teknologi, politik, berpikiran kritis dan peka terhadap lingkungan sekitar. Dalam arti yang lain jika definisi keduanya disatukan, maka literasi atau literer istilah lain dari kesadaran pengetahuan mengenai huruf secara fungsional, atau kemampuan seseorang untuk membaca, menulis, berhitung, dan berbicara serta kemampuan mengidentifikasi, mengurai dan memahami suatu masalah.
Untuk mengetahui manfaat budaya literasi yang begitu besar, maka kita perlu belajar dari sejarah peradaban besar di masa lalu dimana budaya literasi pada saat itu dapat mendorong tumbuhnya inovasi baru dalam perkembangan ilmu pengetahuan.
Pada masa Socrates misalnya, para siswa di Yunani (kota lahirnya para filsuf), diperkenalkan dengan budaya membaca dan menulis, bukan hanya budaya mendengar/simak, sehingga berkembanglah dengan begitu, literasi ilmu pengetahuan.. Begitu juga masa Golden Age of Islam masa Abbasiah di Baghdad, digalakkannya kegiatan penerjemahan, penyalinan, serta penulisan ilmu-ilmu agama dan sains yang semarak oleh para ilmuwaan sekaligus ulama itu. Ini membuktikan bahwa budaya literasi bagi segenap elemen bangsa merupakan faktor penting kemajuan peradaban dan ilmu yang paling signifikan.
Ulama Sebagai Penggerak Budaya Literasi Keagamaan
Dalam konteks keislaman di Nusantara, budaya literasi keagamaan ditunjukkan dengan keterlibatan para ulama dalam kegiatan tulis-menulis karangan Kitab ilmu-ilmu keagamaan dan pengajaran. Para ulama seperti Syekh Yusuf al-Makassari, Muhammad Arsyad al-Banjari, Syekh Abdus Samad Palembang, Syekh Nawawi Banten, Syekh Mahfudz at-Tarmisi, Syekh Ahmad Khatib Minangkabau, Syekh Ahmad khatib Sambas, K.H. Hasyim Asy’ari, Syekh Sulaiman Arrasuli, dan lainnya telah mewarnai budaya literasi keagamaan dengan beragam karya-karya yang mereka hasilkan.
Di wilayah Indragiri, Tuan Guru Abdurrahman Shiddiq, juga dikenal seorang ulama yang terlibat intens dalam kegiatan literasi keagamaan, sebagaimana ulama pendahulunya maupun yang sezaman dengan Beliau tersebut. Eksistensi Beliau di Indragiri selama 30 tahun lebih dengan segala peran dan kiprah keulamaannya, telah turut berkontribusi bagi pengembangan ilmu dan kehidupan sosial keagamaan di Indragiri. Dibukanya Kampung Hidayat, sebagai basis lembaga pendidikan Islam pertama di Indragiri, telah menjadi pusat kegiatan dakwah dan pengajaran ilmu-ilmu keislaman sewaktu Beliau hidup.
Tuan Guru Abdurrahman Shiddiq diakui kapasitasnya sebagai guru dan pendidik yang disegani oleh para murid dan masyarakat luas dan selalu menerima segala kalangan dari dan siapa pun untuk belajar padanya. Sosoknya menjadi sentral dan menjadi ikon terdidik yang berpengetahuan luas dalam persoalan agama di Indragiri pada awal Abad 20-an. Jaringan keilmuan ulama setelahnya bahkan hingga saat ini yang tersebar di Indragiri dan sekitarnya, bisa dipastikan adalah kelanjutan sanad keilmuan dari Beliau.
Di samping mengajar, berdakwah, dan aktivitas ke-muftian, kesibukan lainnya ialah menulis karangan-karangan (ta’lifat) dari berbagai disiplin ilmu yang beragam; mulai dari tauhid, fikih, tasawuf, akhlak, sastra keagamaan, nahu, sharaf, tafsir-hadits, sejarah Islam lokal, dan tema-tema lainnya. Kitab-kitab karya tulis Beliau di antaranya yang masih terlacak ialah; ‘Aqaidul Iman, Fathul ‘Alim, Risalah ‘Amal Ma’rifat, Sya’ir ‘Ibarat Khabar Qiyamat, Mau’izhah Li Nafsi wa Li Amtsali Minal-Ikhwan, Tazdkirah Li wa Lil-Qhashirin Mitsli, Bay’ul Hayawan Lil Kafirin, Kitabul Faraidh, Majmu’ul Ayat wal Ahadist fi Fadhailil Ilmi wal’Ulama wal Muta’allimin was Sami’in, Syajaratul Arsyadiyah, Takmilah Qaulil Mukhtashar fi Mahdil Muntazhar, Syarah Jurumiyyah wa Sittina Mas’alah, Damm wa Madkhal fi ‘Ilmis Sharaf, Tarjamah Khutbah Arsyadiyah, dan lain-lain.
Dari peninggalan karya-karyanya itulah secara tidak langsung masih terciptanya jalinan kesinambungan keilmuan hingga saat ini, walaupun Syekh Abdurrahman Shiddiq sudah lama wafat sekitar 80 tahun silam. Namun, buah karya-karya tetap dibaca dan dipelajari di berbagai pengajian-pengajian dan madrasah baik di Indragiri Hilir khususnya maupun di di luar Indragiri, wilayah Riau lainnya, Kepulauan Bangka dan di Kalimantan Selatan pada umumnya.
Dalam perannya pada bidang keimuan dan keulamaan, Tuan Guru Abdurrahman Shiddiq telah menghasilkan karya penulisan kitab-kitab Beliau, yang tersebar dan dibaca oleh para murid serta masyarakat umum dari generasi ke generasi sampai sekarang. Kondisi ini menunjukkan suatu kontribusi nyata dan aktual Beliau dalam bidang literasi dan perhatian pada budaya membaca dan menulis yang merupakan pilar bagi suatu kemajuan dalam pengembangan ilmu keagamaan di Indragiri khususnya dan di Riau pada umumnya.
Sebagai cermin bagi generasi sekarang dan mendatang, hendaknya semangat literasi yang telah Beliau pelopori, bisa dilanjutkan dan digalakkan, khususnya bagi para guru dan ulama. Mereka hendaknya konsisten membangun peradaban ilmu lewat budaya literasi yang berkesinambungan, seperti pengajian agama memakai/membaca kitab; baik yang beraksara Arab atau Arab Melayu dan membuat karangan-karangan yang bisa dibaca oleh para penuntut ilmu serta masyarakat umum untuk kemanfaatan dan kemaslahatan lebih luas, bukan hanya mengandalkan budaya oral melaui ceramah-ceramah an sich. Semoga.
*Nasrullah: Dosen Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indragiri Tembilahan.
0 Komentar