Konsep Pernikahan Dalam Islam | Najamuddin Andika Saputra

            Konsep pernikahan Dalam Islam
                Najamuddin As (Mahasiwa                                     Ilmu Al Qur'an Tafsir)


      Pernikahan berasal dari kata nikah yang menurut bahasa artinya mengumpulkan, saling memasukkan dan digunakan untuk arti bersetubuh (wathi). Menurut istilah hukum islam, pernikahan menurut syara’ yaitu akad yang ditetapkan syara’ untuk membolehkan bersenang-senang antara laki-laki dengan perempuan dan menghalalkan bersenang-senangnya perempuan dengan laki-laki. Abu yahya zakariya Al-Anshary mendefinisikan, nikah menurut istilah syara’ ialah akad yang mengandung ketentuan hukum kebolehan hubungan seksual dengan lafadz nikah atau dengan kata-kata yang semakna dengannya.
Dari pengertian diatas, pernikahan mengandung aspek akibat hukum, melangsungkan pernikahan ialah saling mendapat hak dan kewajian serta bertujuan mengadakan hubungan pergaulan yang dilandasi tolong menolong. Karena pernikahan terkandung adanya tujuan/maksud mengharap keridhaan Allah SWT.
 وَٱللَّهُ جَعَلَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَٰجًۭا وَجَعَلَ لَكُم مِّنْ أَزْوَٰجِكُم بَنِينَ وَحَفَدَةًۭ وَرَزَقَكُم مِّنَ ٱلطَّيِّبَٰتِ ۚ أَفَبِٱلْبَٰطِلِ يُؤْمِنُونَ وَبِنِعْمَتِ ٱللَّهِ هُمْ يَكْفُرُونَ
Artinya: Bagi kalian Allah menciptakan pasangan-pasangan (istri-istri) dari jenis kalian sendiri, kemudian dari istri-istri kalian itu Dia ciptakan bagi kalian anak cucu keturunan, dan kepada kalian Dia berikan rezeki yang baik-baik.”  [QS. An Nahl (16):72].

Hadist  Abu Hurairah tentang kategori pemilihan jodoh.

عَنْ أَبِي هُرَ يْرَ ةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ تُنْكَحُ الْمَرْ أَةُ ِلاَ رْبَعٍ لِمَا لِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَالِهَا وَلِدِيْنِهَا فَظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ تَرِ بَتْ يَدَاكَ  (اَخْرَجَهُ الْبُخَا رِيُّ فِيْ كِتَابِ النِّكاَحِ)
Artinya: Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallama bersabda: "Perempuan itu dinikahi karena empat hal, yaitu: harta, keturunan, kecantikan, dan agamanya. Dapatkanlah wanita yang taat beragama, maka engkau akan berbahagia. (H.R. Imam Bukhari).

Dari hadist diatas ,dapat dilihat bahwa Nabi membagi faktor seorang lelaki memilih istri, yaitu:

a.    Berdasarkan kekayaan
Lelaki yang memilih istri dengan kekayaan harta benda diharapkan mampu menolong ia dan memenuhi segala kebutuhannya, atau agar dapat membantu dan memecahkan kesulitan hidup yang bersifat materi dengan menguba pandangan atas kewjiban kepemilikan harta dengan agama atau tanpa adanya kewajiban.

b.    Berdasarkan Nasabnya
Nasab istri dalam berbagai keadaan umum menjadi keinginan banyak orang. Lelaki yang memilih istri karena nasabnya berkeinginan agar kedudukannya juga dapat terangkat dengan tingginya kedudukan istri.

c.    Berdasarkan kecantikannya
Memilih istri hanya berdasarkan perasaan akan kecantikannya, dengan alasan bahwa dalam pernikahan mencangkup kecantikan untuk bersenag-senang sehingga untuk mendorong untuk menjaga diri dan tidak melihat perempuan-perempuan lain dan juga tidak melakukan perbutan yang dibenci Allah SWT.

d.   Berdasarkan agamanya
Nabi mengungkapkan bahwa seorang laki-laki memilih istri karena agamanya maka ia beruntung. Seorang istri yang baik agamanya memiliki keutamaan yang lebih baik dari kecantikan fisik.Ia dapat menyenangkan dan baik perilakunya. Oleh karena itu,hendaklah seorang lelaki dalam memilih istri hendaknya memprioritaskan agamanya,daripada kekayaan,nasab,dan kecantikannya.
Dalam hadist ini, menerangkan bahwa yang menyeru laki-laki untuk nikah ialah: salah satu dari empat perkara diatas dan diakhiri dengan yang berguna . Nabi SAW menyuruh mereka, jika mereka mendapat wanita yang beragama, maka janganlah berpaling daripadanya. Ada riwayat melarang mengawini wanita selain yang beragama, Ibnu Majah, Al Bazzar dan Baihaki meriwayatkan hadist Abdullah bin Amr yang disandarkan kepada Nabi SAW, “janganlah kamu kawin dengan perempuan karena cantiknya barangkali kecantikan itu akan membinasakannya. Dan janganlah kawin dengan perempuan karena hartanya, barangkali kekayaan itu akan menyebabkan durhaka, tetapi kawinlah kamu dengan perempuan karena agamanya, sesungguhnya hamba perempuan yang hitam tak berhidung tetapi agamnya lebih baik daripada lainnya”
Ada riwayat tentang sifat wanita yang baik, Nasai meriwayatkan hadist Abi Huraira r.a. ia berkata : “dikatakan hai Rasulullah : wanita mana yang baik ? Beliau bersabda: Wanita yang baik, apabila dilihat menyenangkannya, apabila disuruh mematuhinya, tidak menyalahi pada dirinya dan hartanya dengan yang tidak disukai.”
Hadist diatas merupakan dalil supaya bersahabat dengan orang yang beragama dalam segala hal dialah yang pertama, karena bersahabat dengan mereka dapat mengambil suri teladan dari kelakuan dan cara hidup mereka terutama istri, maka orang yang pertama yang dipercayai tenteng agamanya, karena ia teman berbaringnya, ibu bagi anak-anaknya, kepercayaan terhadap harta dan rumahnya dan dirinya sendiri.

Hadist  Aisyah tentang Nikah sebagai sunnah Nabi.

عَنْ عَبْدِ الَّرحْمَنِ بْنِ يَزِ يْدِ عَنْ عَبْدِ اللهِ قَالَ قَالَ لَنَا رَسُوْ لُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَمَّ يَا مَعْشَرَ الشَّبَا بِ مَنِ اسْتَطَا عَ مِنْكُمْ الْبَاءَةَ فَالْيَتَزَ وَّجْ فَئِانَّهُ اَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَاَحْصَنُ لِلْفَرْ جِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِا الصَّوْ مِ فَاءِ نَّهُ لَهُ وِجَا ءٌ  (اَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ فِيْ كِتَابِ النِّكاَحِ)  
Artinya: Dari Abdirrahman bin Yazid, Abdullah berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallama bersabda pada kami: "Wahai generasi muda, barangsiapa diantara kamu telah mampu berkeluarga, maka hendaknya ia menikah, karena menikah dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa belum mampu hendaknya berpuasa, sebab puasa dapat mengendalikanmu." (H.R. Imam Muslim).
عَنْ عَا ئِثَةَ قَالَتْ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ النِّكَاحُ مِنْ سُنَّتِيْ فَمَنْ لَمْ يَعْمَلْ  بِسُنَّتِيْ فَلَيْسَ مِنِّيْ وَتَزَوَّجُوْا فَإِ نِّيْ مُكَا ئِرٌ بِكُمُ اْلاُمَمَ وَمَنْ كَانَ ذَا طَوْلٍ فَلْيَنْكِحْ وَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَعَلَيْهِ بِا لصِّيَامِ فَإِ نَّ الصَّوْمَ لَهُ وِجَاءٌ  (اَخْرَجَهُ اِبْنُ مَا جَهْ فِيْ كِتَابِ النِّكاَحِ)
Artinya: Dari Aisyah  berkata bahwa  Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallama  Bersabda: Menikah adalah sunnah-Ku, barang siapa tidak mengamalkan sunnah-Ku berarti bukan dari golongan-Ku. Hendaklah kalian menikah sungguh dengan jumlah kalian aku berbanyak-banyakan umat. Siapa memiliki kemampuan harta hendaklah menikah, dan siapa yang tidak memiliki hendaknya puasa, karena puasa itu merupakan perisai. (H.R. Ibnu Majah).

Dari hadits Aisyah menegaskan bahwa menikah merupakan sunnah Nabi dan siapa saja yang mampu menjalankan pernikahan dan sanggup membina rumah tangga maka segeralah menikah, karena akan di akui sebagai umat Nabi Muhammad saw, tapi jika tidak mampu Nabi menganjurkan untuk berpuasa, karena dengan berpuasa itu bisa menjadi kendali dari hawa nafsu.

Dalam pernikahan, ulama’ syafi’iyah membagi anggota masyarakat kedalam 4 golongan yaitu:
a.    Golongan orang yang berhasrat untuk berumah tangga serta mempunyai belanja untuk itu. Golongan ini dianjurkan untuk menikah.
b.    Golongan yang tidak mempunyai hasrat untukmenikah dan tidak punya belanja. Golongan ini di makruhkan untuk menikah.
c.    Golongan yang berhasrat untuk menikah tetapi tidak punya belanja. Golongan inilah yang disuruh puasa untuk mengendalikan syahwatnya.
d.   Golongan yang mempunyai belanja tetapi tidak berhasrat untuk menikah, sebaiknya tidak menikah, tetapi menurut Abu Hanifah dan Malikiah di utamakan menikah.

   Tujuan Perkawinan
Tujuan perkawinan menurut agama islam ialah untuk memenuhi petunjuk agama dalam rangka mendirikan kelurga yang harmonis, sejahtera, dan bahagia. Harmonis dalam menggunakan hak dan kewajiban anggota kelurga sejahtera, artinya terciptanya ketenangan lahir dan batin dikrenakan terpenuhinya kebutuhan hidup lahir dan batinnya, sehingga timbullah kebahgiaan yakni kasih sayang antara anggota keluarga.Sebenarnya tujuan perkawinan itu dapat dikembangkan menjadi lima yaitu :
a.    Mendapatkan dan melangsungkan keturunan
b.    Memenuhi hajat manusia untuk dapat menyalurkan syahwatnya dan menumpahkan kasih sayangnya.
c.    Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan kerusakan
d.   Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima hak dan kewajiban, juga bersungguh-sungguh untuk memperoleh harta kekayaan yang halal.
e.    Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang tentram atas dasar cinta dan kasih sayang.

Posting Komentar

0 Komentar