Intervensi Pasar: Nabi Muhammad atau Adam Smith? | Dima Hafizul Ilmi

2 kutub sistem ekonomi


Secara umum, ekonomi islam adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang berupaya untuk memandang, menganalisis kemudian akhirnya menyelesaikan permasalahan-permasalahan ekonomi (produksi, distribusi, konsumsi) dengan cara islami. Ekonomi Islam yang baru baru ini dianggap sebagai sebuah studi ilmu pengetahuan modern yang baru muncul pada tahun 1970-an, walaupun dianggap demikian, akan tetapi pemikiran tentang ekonomi Islam telah muncul sejak awal-awal islam itu diturunkan.

Pemikiran ekonomi Islam yang berpedoman pada Al-Qur’an dan Hadist telah muncul dan diajarkan pada nabi-nabi sebelum Rasulullah. Pada masa nabi Ibrahim AS dan Shu’aib AS. yang berisikan ajaran bahwa islam mengajarkan untuk berderma, islam mengajarkan agar manusia berbuat adil dalam membrikan takaran, menimbang dengan benar dan tidak merugikan orang lain. Sampailah puncaknya pada masa Nabi Muhammad SAW pada akhir abad 6 M hingga awal abad 7 M. Yang bersamaan dengan diturunkannya ayat suci Al-Qur’an sebagai pedoman dan petunjuk jalan bagi umat islam. Pelaksanaan sistem ekonomi Islam telah  dilaksanakan oleh Rasulullah SAW sebagai seorang Rasul tauladan bagi umat muslim. Bahkan bangsa Arab telah terkenal sebagai bangsa pedagang sebelum periode Rasulullah Saw. Kemudian ajaran agama islam yang berupa konsep syariah itu terus berlanjut pada masa ke-emasan abad ke-8 yang banyak memunculkan pemikiran ekonomi islam seperti Zaid bin ali, Abu hanifah, Abu yusuf, Hasan asy-syaibani, Al-ghazali, Ibnu taymiyyah, Ibnu khaldun, Shah waliullah. Yang semuanya berisi pemikiran-pemikiran perisai misalnya peran negara dalam ekonomi, kaidah berdagang, mekanisme pasar, keunagan publik, prilaku konsumen dan produsen, pajak, konsep uang, konsep kerja, dll.

Setelah masa itu banyak sarjana Muslim yang memberikan kontribusi karya pemikiran ekonomi. Karya-karya mereka sangat berbobot yang memiliki argumentasi religius dan intelektual yang kuat pula serta didukung oleh fakta-fakta empiris seperti Umar chaptra, Anas zarqo, Al-mannan, Najetullah siddiqie, Choudory dkk.

Namun dewasa ini, fakta berbicara lain dan menganggap bahwa sangat besar jasa seorang bapak ekonomi dunia yakni Adam Smith dengan teori kapitalisnya dalam bidang ekonomi. Kita tidak akan memungkiri hal tersebut. Akan tetapi, pada kesempatan kali ini penulis akan meluruskan pandangan kepada kita semua, terutama untuk umat muslim dimanapun anda berada, sesungguhnya kita tidak boleh lupa akan kebanyakan tulisan-tulisan di buku-buku sejarah, artikel-artikel, jurnal-juurnal dan textbook ekonomi yang ditulis oleh orang-orang barat yang sangat memberi penghargaan dan ruang yang terlalu tinggi terhadap pemikir-pemikir barat salah satunya seperti adam smith, karl max, dll. Sebaliknya kurang memberi perhatian dan tempat bagi jasa para peikir-pemikir dari timur, terutama dari dunia islam.

Sebagai contoh besar yakni, dalam ide-ide dalam perpasaran didunia, salah satunya tentang mekanisme pasar, hampir semua buku maupun teks yang membahas tentang ekonomi yang ada mengatakan bahwa ide-ide tersebut merupakan sumbangan pemikiran dari bapak ekonomi dunia yakni Adam Smith. Padahal, kalau kita ungkit sejarah dan ditelusuri secara mendalam, jauh sebelum Adam Smith lahir, Nabi Shu'aib dan Nabi Muhammad SAW sudah terlebih dahulu membahas dan menganjurkan kepada umatnya (islam) untuk senantiasa memanfaatkan mekanisme pasar dalam penyelesaian masalah-masalah ekonomi, dan menghindari sistem penetapan harga, keadilan, timbangan (takaran) serta intervensi pada pasar  at-tas’ir (ﺍﻠﺗﺳﻌﻴﺭ), seperti yang berlaku pada sistem ekonomi sosialis yang digagas oleh karl marx.

Hal ini ekonomi islam sangat tidak memperkenankan dan melarang pemerintah negara untuk ikut campur dalam mekanisme pasar, jika tidak terlalu diperlukan. Lebih jelas, dalam ajaran agama islam, kebijakan pemerintah negara dilarang untuk ikut serta berperan mematok harga ataupun memaksa orang menjual barang pada suatu tingkat harga yang semena mena  yang tidak diridhoi Allah SWT. Maka dari itu Nabi Muhammad SAW melarang setiap pemerintah ikut campur menetapkan harga jika masyarakat tidak melakukan pelanggaran seperti penimbunan, monopoli dan ihtikar atau penyimpangan lainnya yang mengharuskan munculnya suatu tindakan-tindakan, kebijakan serta control atas pasar dan harga.

Sebagaimana dilihat dari pemikiran Yusuf Qardhawi yang menyatakan bahwa islam menganjurkan penggunaan mekanisme pasar dan menghindari penetapan harga yang tidak perlu oleh pemerintah, sebagaimana hadis nabi yang diriwayatkan oleh Anas ra :
Orang-orang berkata : ” يَا رَسُولَ اللهِ ، غَلاَ السِّعْرُ ، فَسَعِّرْ لَنَا ،
“ya rasulullah, harga-harga melonjak tinggi, maka tentukanlah harga bagi kami”.
Kemudian Nabi Muhammad menjawab atas permintaan ummatnya atas pematokan harga tersebut ?
إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمُسَعِّرُ الْقَابِضُ الْبَاسِطُ الرَّزَّاقُ ، إِنِّي لأَرْجُو أنْ أَلْقَى اللَّهَ ، عَزَّ وَجَلَّ ، وَلَيْسَ أَحَدٌ مِنْكُمْ يَطْلُبُنِي بِمَظْلَِمَةٍ فِي دَمٍ وَلاَ مَالٍ.
Sesungguhnya Allah SWT Dzat Yang Maha Menetapkan harga, yang Yang Maha Memegang, Yang Maha Melepas, dan Yang Memberikan rezeki. Aku sangat berharap bisa bertemu Allah SWT tanpa seorang pun dari kalian yang menuntutku dengan tuduhan kedzaliman dalam darah dan harta.

Hadis diatas menunjukkan bahwa islam menganjurkan agar harga berbagai macam barang-barang dan jasa harus diserahkan pada kepada mekanisme pasar itu berjalan dengan sendirinya sesuai permintaan dan penawaran (supply and demand). Dalam ajaran islam, pemerintah tidak dibenarkan memihak kepada pembeli dengan mematok harga yang lebih rendah (seperti menetapkan kebijakan celling price) dan tidak dibenarkan juga memihak kepada penjual dengan mematok harga yang lebih tinggi (seperti menerapkan kebijakan floor price)

Hadis diatas menjadi landasan bahwa kebijakan mematok harga tanpa ada suatu sebab dan alasan yang benar secara jelas dan bisa diterima sesuai prinsip-prinsip keadialan dan kemakmuran rakyat merupakan hal yang haram atau suatu tindakan yang dzolim. Sebab dalam prinsip islam tiap-tiap kebijakan yang diambil atau ditetapkan pemerintah, yang harus diutamakan  adalah kesejahteraan yang  sebesar-besarnya bagi semua pihak, baik rakyat, bangsa, dan negara.

Walaupun islam telah mengganjurkan penggunaan mekanisme pasar jauh sebelum adam smith menulis karya bukunya yang berjudul The Wealth Of Nations tahun 1776, perlu diketahui bahwa adakalanya pemerintah boleh menggunakan penetapan harga dalam situasi dan kondisi-kondisi khusus, hal inilah yang  membedakan antara teori ekonomi kapitalis dengan konsep ekonomi islam. Hal ini diperlukan jika kebijakan itu dipandang lebih adil. Menurut Ibnu Taymiyyah dalam bukunya Al-Hisbah: “at-tas’ir ( ﺍﻠﺗﺳﻌﻴﺭ), ada yang zalim, itulah yang diharamkan dan adapula yang adil, itulah yang dibolehkan,”

Yang menjadi pertanyaan bagi kita semua adalah, “kapan ketidakadilan terjadi di pasar..?”
Jawaban nya ialah : ketidakadilan bisa terjadi jika ada praktik pasar persaingan tidak sempurna salah satunya yakni praktik monopoli, ihtikar dan penimbunan harga, atau ada pihak-pihak yang mempermainkan harga (mafia) atau ada cengkraman dari para pengusaha besar yang bermodal kuat terhadap yang kecil dan lemah. Jika  pasar tidak berjalan sempurna (mengalami distorsi) atau dipermainkan oleh pedagang-pedagang kelas kakap yang hanya mementingkan dan mengutamakan laba semata tanpa memperdulikan kesejahteraan orang banyak. dalam situasi seperti inilah kebijakan pemerintah harus benar-benar diperlukan dan pemerintah boleh melakukan control serta menetapkan kebijakan-kebijakan maupun penetapan harga yang selayaknya.  Akan tetapi, jika penetapan harga tanpa alasan yang jelas, penetapan harga adalah suatu yang haram dilakukan sesuai hukum islam.

        Terakhir saran dari penulis untuk para pembaca dan umat islam, mulailah dari sekarang untuk menerapkan sistem ekonomi islam secara keseluruhan yang dibawa oleh Rasulullah dan rasul-rasul terdahulu yang dibangun atas dasar agama islam itu sendiri. Sekaranglah saatnya kita untuk memperkenalkan pada dunia bahwa islam itu mencakup seluruh kehidupan kita, bahwa muamalah syariah harus berdasarkan filosofi kemitraan dan kebersamaan ( sharing ) dalam profit maupun risko dan dapat mewujudkan kegiatan ekonomi yang adil dan transparan. Bukan hanya itu islam juga masuk ke dalam bidang social di tengah-tengah masyarakat. Konsep islam masuk pada system keuangan, perbankan, asuransi, pasar modal, pembiayaan proyek, transaksi ekspor impor, dan lain sebagainya. Dan itu membuktikan bahwa islam a comprehensive way of life . Tak ada yang dapat memungkiri hal itu.

Allah berfirman “…unuk tiap-tiap umat di antara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang….” (Al-maidah ayat 48)
 Rasulullah bersabda “ para rasul tak ubahnya sebagai saudara sebapak, ibunya (syariahnya)berbeda-beda sedangkan dinnya (tauhidnya) satu” ( HR Bukhori, Abu dawud, dan Ahmad   )

       Oleh karena itu, syariah islam adalah syariah  terakhir dibawa oleh rosul terakhir, mempunyai keunikan tersendiri. Syariah ini bukan saja menyeluruh atau komprehensif , tapi juga universal . Krakter istimewa ini di perlukan karena tidak akan ada syariah lain yang datang untuk menyempurnakannya. Maka dari itu marilah kita beralih kepada ekonomi islam yang sesuai dengan norma-norma islam, jangan lagi kita bertransaksi dalam bentuk ekonomi konvensional. Semoga perkembangan ekonomi syariah di Indonesia akan terus berkembang sehingga kita bisa melakukan muamalah sesama manusia dengan rasa aman.Tak ada lagi keraguan dalam transaksi yang kita lakukan, apakah sudah benar (halal) atau masih haram.

Posting Komentar

0 Komentar