Apakah yang dimaksud Kedewasaan

Sebenarnya, sulit bagi kita untuk merumuskan apakah dewasa itu? Apalagi kalau kita mengharapkan jawaban yang pendek, singkat, dan tepat. Arti kedewasaan terkadang dibedakan menjadi kedewasaan jasmani dan kedewasaan rohani. Ada orang yang mengatakan "Si Anu, kalau dilihat dari jasadnya, sebenarnya sudah dewasa; tetapi kalau dilihat dari sifat-sifat dan tingkah lakunya masih seperti anak-anak, padahal umurnya sudah 20 tahun". Jika dipandang dari sudut psikologi Gestalt, manusia itu dipisah-pisahkan antara jasmani dan rohaninya. Jadi, kita mencoba menguraikan arti kedewasaan itu, tidak menguraikan kedewasaan jasmani dan rohani, tetapi kedewasaan manusia sebagai individu.
Jika segala kedewasaan itu kita tinjau, maka tampaklah ciri-cirinya, yaitu sifat tetap dan sifat teratur dan statis jika dibandingkan dengan dinamika pada anak-anak yang selalu menghendaki dan mengalami perubahan. Sebenarnya, pada orang dewasa ada pula gejala-gejala yang dinamis, tetapi dalam arti yang tidak plastis. Orang dewasa sudah tidak suka lagi bermain seperti anak. Anak belum mempunyai kedudukan yang tetap dalam masyarakat dan masih memerlukan perlindungan. Pada orang dewasa telah ada penetapan sendiri atas tanggung jawab sendiri. Jadi, kedewasaan itu mempunyai bentuk dan wujud. Oleh karena itu, kita dapat berkata bahwa seseorang itu telah dewasa atau belum dewasa.
Orang dewasa itu benar-benar mengetahui siapa dirinya dan apa yang diperbuat, baikkah atau burukkah itu. Jadi, menjadi dewasa dan kedewasaan itu mempunyai arti kesusilaan juga. Ia mau mempertanggung jawabkan keadaannya dan segala perbuatannya. Ia secara morel telah menyesuaikan diri dengan norma-norma kesusilaan.
Dalam perkembangan anak menjadi dewasa, melalui suatu masa peralihan yang disebut pubertas. Setelah masa pubertas dan adolesensi dilalui, ia telah menjadi dewasa. Padanya telah terdapat keselarasan antara jasmani dan rohaninya. Kepribadiannya, baik psikis maupun morel, telah menjadi stabil. Kestabilan inilah yang memungkinkan orang dapat mengadakan hubungan-hubungan kemasyarakatan, seperti memilih jabatan, hidup berkeluarga, dan berumah tangga, hidup dalam perkumpulan-perkumpulan, dan organisasi masyarakat.
Orang dewasa sadar akan stabilitas dan kestabilan itu. Ia benar-benar tahu siapa dirinya, apa yang dapat dan tidak dapat dikerjakannya. Pendek kata, ia tifak bergantung kepada pendapat orang lain tentang harga dirinya dan kesanggupannya, tidak seperti anak kecil yang selalu minta penghargaan dan keputusan dari orang lain jika ia mengerjakan sesuatu.


Wallahua'lamu bish shawab. 

Posting Komentar

0 Komentar