![]() |
Pict : beritasatu.com |
Saat
ini di indonesia bahkan seluruh dunia sedang dilanda kekhawatiran dengan
merebaknya virus yang berbahaya yang bernama corona (covid-19) diduga pertama
kali muncul di wuhan, hubei, china pada tahun 2019 lalu. Virus ini
mengakibatkan ketakutan yang mendalam bagi manusia diseluruh dunia tanpa
memandang ras, suku, agama, dan bangsa.
Organisasi kesehatan dunia (WHO) pada
bulan maret lalu juga telah menyatakan corona sebegai pandemi yang membahayakan
keselamatan jiwa, sebab sampai saat ini virus corona didunia sudah tembus 168
negara dengan korban meninggal dunia sebanyak 19.612 jiwa. Sementara di
indonesia sampai saat ini telah mencapai 579 dan 49 orang meninggal dunia
akibat penyakit ini.
Upaya untuk memutus mata rantai agar
penyebaran dapat dihentikan terus dilakukan oleh elemen-elemen pemerintah,
ormas, ulama dan elemen penting lainnya. Harapannya tentu agar masyarakat mulai
melek terhadap pandemi ini, yang berujung pada partispasi aktif oleh semua
kalangan dalam pencegahan virus corona. Berbagai upaya yang dilakukan
pemerintah indonesia juga hampir serupa dengan negara lainnya. Seperti :
melarang perkumpulan, meliburkan sekolah, mengisolasi, menunda even-even besar,
menutup pusat perbelanjaan, membatasi interaksi (social distancing/physical
distancing), karantina work from home bahkan menutup pusat pengajian, peribadahan
umat beragama.
Didunia islam seperti Palestina,
Kuwait, Malaysia, Turki, Tajikistan, Iran, Arab Saudi dan lainnya telah mengeluarkan
fatwa yang mediadakan sholat jum’at dan sholat 5 waktu berjamaah di mesjid pada
daerah yang dinyatakan banyak terkena virus corona. Menyadari akan berbahaya
nya penyebaran virus tersebut, maka ulama-ulama di negara tersebut melakukan
ijtihad dengan mengambil kebijaksanaan. Berusaha semaksimal mungkin itulah yang
dilakukan oleh ulama dengan landasan kaidah fiqh : dar’ul mafasid muqaddmun
‘ala jalbi mashaih” (menghindari kerusakan “mafsadat” didahulukan daripada
melakukan kebaikan “mashalih”).
Musibah corona jika dipandang dari
sisi aqidah memang harus diyakini segala sesuatu yang terjadi dimuka bumi
ini atas kehendak dan izin Allah Swt hanya ia yang menentukan sakit atau tidak
sakitnya sesorang (takdir), tetapi aqidah bukanlah salah satu persoalan, masih
ada urusan fiqh dan yang lainnya dalam memandang suatu musiah. Dalam ranah fiqh
misalnya perlu diperhatikan usaha yang berdampak positif dan negatif. sudah
sebaiknya bagi kita selain berikhtiar mengikuti intruksi aturan medis dan
pemerintah, kita juga harus memperkuat do’a dan istighfar kepada Allah Swt yang
maha menciptakan segala sesuatu. Dengan demikian sangat tidak tepat apabila ada
seseorang muslim yang menyepelekan pendemi peredaran corona dengan alasan
“takdir”, maka tindakan tersebut hakikatnya bukan keberanian tetapi kecerebohan
yang mengakibatkan bahaya bagi orang banyak (haram hukumnya meskipun dari segi
aqidah benar).
Hal
demikian telah diperingatkan dan diajarkan oleh Rasulullah dan ulama-ulama
terdahulu Seperti diriwayatkan dalam hadits berikut ini:
إِذَا
سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَدْخُلُوهَا، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ
بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا مِنْهَا
Artinya:
"Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian
memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan
tinggalkan tempat itu." (HR Bukhari)
Demikian pula Nabi Muhammad, meskipun beliau mengajarkan bahwa tak ada penyakit yang dapat menular dengan sendirinya tanpa kontrol dari Allah, namun di waktu yang sama beliau juga menginstruksikan agar yang sakit tidak bercampur baur dengan yang sehat supaya tak terjadi penularan.
Beliau
bersabda:
قَالَ
أَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تُورِدُوا الْمُمْرِضَ عَلَى الْمُصِحِّ
Artinya
: “Abu Salamah bin Abdurrahman berkata; saya mendengar Abu Hurairah dari Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam beliau bersabda: “Janganlah kalian mencampurkan antara yang
sakit dengan yang sehat” (HR. al-Bukhari).
وَلَا
تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ ۛ
Artinya
: “dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan”
(Al-Baqarah:195)
Letaknya Takdir ….?
Indonesia
seperti yung kita ketahui adalah negara religious, dengan religiussitas itulah
banyak orang orang bersikap fatalistic begitu dihadapkan dengan sesuatu apapun.
Mereka biasa beranggapan :
“percayalah semua sudah ada yang ngatur. Semuanya hanya tuhan yang bisa menentukan. Tuhan tidak bakal memberikan ujian melebihi dari kemampuan hambanya”
“corona itu kan makhluk allah, kita punya allah yang maha segalanya, takdir kita ditanggannya”
“mengapa kita takut pada virus corona. Seharusnya lebih takut kepada allah. Tidak perlu dirumah terus”
“kalau sudah takdir ya takdir aja kita mati. Tidak usah lebay soal corona”
Mengingat soal
takdir, seakan akan diajak berdebat dengan jutaan orang yang memiliki cara
pandang yang berbeda. Sehingga, takdir memiliki kebenaran yang relatif.
Manusia
memang tidak dapat berbicara mengenai takdir suatu kejadian sebelum kejadian
itu menjadi kenyataan. Maka percaya kepada takdir akan membawa keseimbangan
jiwa tidak terlalu berputus asa. Sebagai mahluk Tuhan yang ditetapkan sebagai wakil
Allah (khalifah) dimuka bumi (QS. 2:30) manusia berbeda dengan batu, tumbuhan
maupun binatang. Batu ketika menggelinding dari sebuah ketinggian bergerak
berdasarkan tarikan gravitasi bumi tanpa ikhtiar sedikitpun begitu pula halnya
tumbuhan yang tumbuh hanya dibawah kondisi tertetu atau sebagaimana binatang
yang bertindak berdasarkan naluri alamiahnya. Ketiga mahluk ini bergerak atau
bertindak tidak berdasarkan ikhtiar.
Namum
bagi manusia, ia merupakan mahluk yang senantiasa diperhadapkan pada berbagai
pilihan-pilihan, dan hanya dengan adanya sintesa antara ilmu dan kehendak yang
berasal dari tuhan ia dapat berikhtiar (berusaha) yang terbaik diantara usaha
tersebut. Haruslah dipahami bahwa konsep takdir tidak lain adalah sebagai
sebuah prinsip bahwa segala akibat terjadi mesti berasal dari suatu sebab,
dimana rentetan kausalitas tersebut berakhir pada sebab dari segala sebab yakni
tuhan, atas dasar pengetahuan dan kehendak ilahi.
Pada
masa dahulu, takdir pernah diperselisihkan antara kalangan jabariyah dan
qodariyah. Bagi jabariyah takdir adalah hak prerogatif tuhan sedangkan manusia
seperti hal nya robot pasrah dengan keadaan. Berbeda dengan takdir qodariyah
ada pada tangan manusia “ikhtiar” sedangkan tuhan hanya meridhoinya. Sikap
religiuitas jabariyah tidak bisa jika diseret melebihi batas batasnya sehingga
berakibat fatalistik dalam menghadapi hidup dengan alasan tiba tiba tuhan
dijadikan sebagai stempel atas kemalasan dan kebodohan nya.
Oleh
karenanya kita sebagai manusia semampunya untuk ikhtiar secara maksimal, ikuti
peraturan yang memegang otoritas dan tenaga kesehatan, kemudian terakhir kita
baru berserah dan ber-do’a (bertawakkal) kepada sang khaliq yang mengatur segala
perjalanan hidup manusia (sunnatullah) dengan cara memperkuat keimanan dan
bertaubat atas segala dosa-dosa.
لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ العَلِيِّ
العَظِيْمِ
Artinya:
"Tiada daya dan upaya kecuali dengan kekuatan Allah yang maha tinggi lagi
maha agung."
Disinilah letak takdir
itu….! Setelah maksimalnya ikhtiar dan do’a
Wallahua'lam bisshawab
1 Komentar
One technique that has emerged is using a VPN service that permits gamers to masks their unique location and access blocked websites. This website is using a safety service to guard itself from online assaults. There are several of} actions that might trigger this block together with submitting a certain word or phrase, a SQL command or malformed information. Kangwon province where Kangwon Land is situated was nicely 1xbet generally known as|often recognized as} a coal mining space.
BalasHapus